google.com, pub-6484823448236339, DIRECT, f08c47fec0942fa0

100 Tahun SDK Waerana I, Abadikan Sejarahnya (2)

Oleh;  Kanis Lina Bana

Tercatat sudah ribuan anak manusia mendapat susu ilmu pendidikan dasar di SDK Waerana I. Mereka melanjutkan pendidikan ke jejang yang lebih tinggi. Bahkan sudah menjadi manusia. Mengabdi sebagai guru, , mantri, imam, biarawan/i, birokrat, pengusaha, ABRI, wiraswasta dan lain-lainnya. Kebanggan tentu terpatri bagi almaternya.

Karena itu ziarah 100 tahun berdiri SDK Waerana I harus menjadi wahana olah rasa menyimak sejarah masa lalu, merenung, merefleksi serta bersyukur atas karunia Tuhan bagi lembaga ini. Perlu melihat kembali tangga-tangga perjalanan pendidikan SDK Waerana I. Bagaimana cikal bakal berdirinya, di mana benih iman ditanamkan, ditaburkan di lembaga pendidikan dasar Waerana I.

Lebih dari itu, momentum 100 tahun juga menjadi ruang jedah penuh iman, perhentian penuh inspirasi, untuk mengenang jasa para perintis, guru-guru tua yang pernah mengajar di  SDK Waerana I. Sebab pengabdian tulus mereka, telah berhasil mencetak manusia-manusia berkualitas. Sekaligus jendela tatap bagaimana saat ini dan ke depannya bagi pengelola SDK Waerana I untuk berkreasi mendidik  siswa-siswinya.

Beraras dalam nada syukur itulah momentum 100 tahun menjadi oase perjalanan atret penuh kenangan, seraya menatap harap di masa datang. Agar tanggung jawab memanusiakan manusia menjadi ibadah bagi para gurunya. Agar yang terpatri tidak tergilas dan lenyap dari ingatan. Agar yang abadi tetap abadi dalam keseluruhan ziarah SDK Waerana.

Karena itu, sisi lain perayaan 100 tahun SDK Waerana I. Ketika undangan perayaan puncak 100 tahun, Kamis (10/11/2022)  tiba di rumah, pikiran saya liar ke mana-mana. Saya jadi ingat perayaan 50 tahun SDK Waerana II -kembaran dari SDK Waerana I,  tahun 2012 lalu.  

Siswa-Siswi SDK Waerana I. Foto/ist

Saya jadi ingat betapa bangganya Ketua Sukma Manggarai saat itu terhadap Waerana. Ada bait-bait kagum  meluncur mulus menyapa undangan. Ada alunan nada syukur berujud dalam butir-butir doa penuh syahdu. Semuanya termeterai di taman SDK Waerana.

Ingat pula betapa mengagumkan ucapan dasyat makna dari Bupati Manggarai Timur, Drs. Yoseph Tote, M.Si, saat itu. Bupati Yoseph yang habitatnya seorang guru dengan lantang mengakui bahwa bejana indah telah melingkar di Waerana. Berbuah dan menumbuhkan seribu tunas harap bagi gereja dan Negara. Waerana dalam petak  ziarah dan tikungan waktunya menjadi “sakramen kehidupan”. Sebab manusia-manusia berbudi telah “diciptakan”. Insan-insan akhlak mulia telah dijamahkan yang kini telah beramal di atas pelana pelayanan.

Dan dengannya mengantar kita menarik diri seraya mengenang. Bahwa usia satu abad untuk sebuah lembaga pendidikan, bukan sekadar perkara menambah deret angka. Bukan pula sekadar berhening dan melihat babak-babak pahatan ziarahnya. Lebih dari itu angka 100 tahun, adalah momentum peradaban yang langkah. Karena itu hendaknya mengharuskan kita untuk terpekur dalam alunan mazmur penuh syukur.  Sebab sesuatu yang indah itu telah tercipta. Sesuatu yang baik itu telah datang dari Waerana.

Apakah perayaan syukur bersenyawa dalam semangat dan rassa mendalam? Itulah letupan yang kian menampar akal waras saya. Toh saya bukan alumnus, tetapi panggilan nubari mendesak harus bahwa sesuatu yang indah, mutiara yang termaktub mesti dinyatakan dalam album kenang kesejatiannya, yaitu buku. Semoga di perayaan ini mimpi itu terwujud. Harap dalam hayal menjadi nyata.

Guru-guru dan pengelola sekolah SDK Waerana perlu mengabadikan kisah ziarah panjangnya dalam catatan yang bertahan lama. Jadikan buku sebagai warisan sejarah yang senantiasa menyejarah di SDK Waerana. Bukan soal bagaimananya, tetapi mulailah dengan apa yang masih terawat dalam ingatan. Menulis kenangan, kita sedang merawat harapan. Melawan lupa hanya dalam bentuk buku. Semoga. (habis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: