Oleh Kanis Lina Bana
Pengantar Redaksi
Momentum 100 tahun berdiri SDK Waerana I menjadi tonggak penting lembar sejarah pendidikan di Manggarai umumnya dan Manggarai Timur khususnya. Menyambut moment langka tersebut, segenap panitia, guru, komite, dan orang tua murid SDK Waerana I, Kelurahan Rongga Koe, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur menggelar aneka kegiatan. Rangkaian kegiatan berpuncak pada perayaan ekaristi kudus, 10 Nopember 2022.
Nada dasar seluruh rangkaian acara adalah syukur. Syukur atas anugerah perlindungan sehingga ziarah lembaga pendidikan itu mencapai usia 100 tahun. Syukur karena lembaga ini telah mencetak pribadi-pribadi manusia bermutu yang sudah, sedang dan akan berkarya di berbagai bidang pelayanan.
Di titik ini SDK Waerana I sebagai lembaga dasar telah memberi andil besar bagi seluruh jejak keberhasilan para out putnya itu. Namun pertanyaan yang menelisik adalah bagaimana sejarah berdirinya lembaga SDK Waerana I?
Denore.id meramu dari beberapa informasi terpotong yang berhasil disadap. Semoga tulisan kecil ini membawa kita sanggup menghirup butir-butir ‘keajaiban’ yang terpatri dari lembar-lembar sejarah perjalanan SDK Waerana I. ***
Apakah SDK Waerana I berdiri hingga mencapai usia 100 tahun suatu jejak kebetulan? Apakah karena kebetulan yang mengharuskan jadi betul hingga mencapai usia satu abad? Jika pertanyaan ini yang meliuk liar dalam sudut-sudut batin kita berarti kita sedang pulang ke dalam kesadaran untuk mengusut jejak-jejaknya.
Mengusut dimaksudkan lebih bernuansa menguak kembali petak-petak waktu lintasannya, tokoh berpengaruhi dan ziarah perjalannya hingga mencapai usia satu abad. Dalam kesadaran itulah kita terpekur dalam nada syukur bahwa sejarah berdirinya SDK Waerana I memiliki cacatan panjang, nilai, dan makna di baliknya. Nilai-nilai itulah yang menghantar Waerana jadi tempat bersemainya lembaga pendidikan yang berkembang pesat hingga saat ini. Bayangkan di Waerana saat ini bukan hanya lembaga pendidikan jenjang SD tetapi lengkap hingga SMA. Dengan demikian Waerana memiliki catatannya tersendiri.
SDK Waerana I yang mencapai 100 tahun berdirnya, bukanlah sebatas menambah deret angka usia, tetapi serentak menunjukkan kepada kita betapa kiprah sekolah itu telah menjadi perwujudan adab demi memajukan manusia. Karena itu alasan syukur 100 tahun kiprahnya menjadi titik balik menuju mimpi yang lebih besar. Mimpi itu bukanlah jalinan kisah yang terlanjur dipentaskan, tetapi justru menukik lebih dalam untuk memaknainya dalam kanca pergulatanya.

Sesuai data yang diperoleh penulis tahun 2012, ketika perayaan 50 tahun SDK Waerana II menyebutkan Jejak sejarah perjalanan SDK Waerana I bermula dari Anggo Waru, Kelurahan Tanah Rata. Hollanddsch-Inlandsche School atau Europeesche Lagere School atau lebih dikenal kemudian Sekolah Rakyat tersebut didirikan tahun 1920. Lembaga ini dipimpin Bapak Guru Kapitae dan Guru Luis dan asal Flores Timur.
Namun belum genap tiga tahun sarana SR Wae Korok terbakar. Entah disengaja atau tidak. Semuanya tidak jelas sebab musebabnya. Yang pasti, pasca terbakarnya SR Anggo Waru-Wae Korok yang direncanakan untuk menampung siswa dan dididik selama tiga tahun itu tidak bisa diperbaiki lagi. Maka diputuskan untuk mencari lokasi lain. Dan Wae Rana yang semula lebih dikenal dengan sebutan Woko Pari Kou-tempat jemur makanan umbi hutan jadi pilihan tepat.
Terhitung tanggal 10 Januari 1922 SR Wae Korok dipindahkan ke Waerana. Bapak guru Paulus P Fernandez asal Flores Timur menjadi pemimpin pertama SR Waerana. Jumlah murid sebanyak 22 orang. Semuanya berjenis kelamin laki-laki. Tiga tahun kemudian sekitar 13 April 1925 murid angkatan pertama tamat dari SR Waerana. Mereka diberi kebebasan untuk melanjutkan ke jenjang standard school di Ruteng. Dan pada tahun yang sama pula SR Waerana menerima 6 orang siswa baru.
Proses pembangunan gedung SR Waerana diprakarasi tokoh-tokoh masyarakat dan kepala kampung dari Bhamo,Komba, Mberumbengus dan kepala kampung terdekat.
Seiring perjalanan waktu dan tuntutan pemerintah, SR Waerana berubah menjadi SDK Waerana. Jumlah muridpun semakin banyak dari tahun ke tahun. Lantaran siswa yang semakin banyak itulah, tahun 1962 trio nekat yakni, Theo Mandaru, Mathias Fernendez bersama Pastor Rene Daem, Pr sepakat untuk mekarkan SDK Waerana. Disepakati siswa laki-laki sekolah di SDK Waerana I dan siswi perempuan sekolah di Waerana II.

Namun pada tahun yang sama Guru Theo Mandaru mendapat SK dari Vedapura dipindahkan ke Puntu. Beruntung Kepala Sekolah SD Puntu tidak bersedia dipindahkan sehingga Bapak Theo Mandaru kembali ke Waerana dan didaulat menjadi Kepala Sekolah SDK Waerana II.
Sejak tahun 1962-1971 Bapak Theo Mandaru memimpin sekolah itu hingga pensiun. Menggantikan Bapak Theo Mandaru secara berturut-turut yakni, Nika Nanga ( 1971-1972), Urbanus Ling (1973-1998),Lukas Nono (1999-2006), Methodeus Sole, A.Ma.Pd (2006-2008).
Tahun 1975 Kepsek SDK Wae Rana I Mathias Fernandez, Kepala SDK Waerana II, Urbanus Ling, Rm. Rene Daem, Pr serta penilik sekolah Kletus Gandut sepakat untuk menerima siswa campuran di dua sekolah itu. Artinya SDK Waerana I dan SDK Wae Rana II boleh menerima siswa laki dan perempuan sekaligus. Kebijakan itu berdasarkan pertimbangan kemanusian dan kebutuhan. Selain jumlah siswa semakin bertambah juga agar sekolah itu tidak eksklusif.
SDK Waerana I dalam jejak sejarahnya tidak bisa dipisahkan jasa para guru asal Flores Timur dan Maumere. Mereka telah menghantar masyarakat Waerana dan sekitarnya boleh menikmati pendidikan. Kontribusi mereka sangat besar bagi kemajuan dunia pendidikan. Warisan bakti mereka telah memajukan sumber daya manusia. (bersambung)
