60 Tahun Merayakan Cinta

Oleh Kanis Lina Bana*

7 Mei 1963-7 Mei 2023. 60 Tahun merayakan cinta. Bukanlah jengkal waktu  pendek. Tetapi jelajah juang berliku penuh luka nestapa dan sumringah cinta bermakna. Itu sebabnya momentum 60 tahun pernikahan  bukan  dimaknai sebatas deret angka tahunan, tetapi lebih dari. “Tuhan sungguh baik. KasihNya tak berkesudahan. Ia yang mempertemukan. Ia pula yang menyerta hingga detik ini”.

7 Mei 1963, di kepela sederhana Mausui, Bapak Markus Bana dan Mama Theresia Djeok menyatakan cinta. Disaksikan  Rm. Rene Daem, Pr, pasangan “tungku cu” ini mengucapkan janji setia. Suka dan  duka. Untung dan malang. Syahadat cinta untuk hidup bersama dalam behtera rumah tangga. “Pohon cinta  itu  ditanam, bertumbuh subur. Mekar berseri. Melintasi putaran waktu.  Kokoh kuat hingga mencapai 60 tahun”

Momen di hari maklumat setia itu, tak ada pesta meriah. Apalagi kue tar pengantin. Tak ada ornamen dan hiasan kamar pengantin. Semuanya serba sederhana. Boleh dibilang darurat. Maklumlah Markus Bana-anak yatim memikul tanggung jawab  membantu mamanya untuk menghidupkan saudara-saudarinya yang masih kecil-kecil. Sebab ayahnya meninggal sejak Markus kecil kelas IV SR.

Meski demikian, dalam kesederhanaan di bawah naungan rumah beratapkan alang-alang buah kasih Bapak Zakaris Kila-Elisabeth Dunda dan Gaspar Bana-Martha Nggai ini merenda hari hidup. Memulai kehidupan baru sebagai suami-istri. Beruntung pula sang pujaan hatinya tak protes. Bahkan lebih dari itu menerima sebagai takdir.

***

Cinta keduanya dirakit sejak kecil, berkat campur tangan Bapak Gaspar Jala-Mama Martha Nggai. Meski keduanya tak mengerti. Tetapi romantika dan dinamika keluarga Bapak Gaspar Bana mendekatkan rasa, menyulam harap dan menenun mimpi bagi, Markus, kecil dan Theresia. Dan akhirnya Bapak Markus Bana dan Mama Thersia Djeok  harus bersatu, melebur dalam rasa dan menyulam masa depan sebagai suami  istri.

Padahal  usia  keduanya terpaut cukup jauh.  Bapak Markus Bana berusia 27 tahun dan Mama Theresia Djeok berusia 16 tahun, kala keduanya mengikrar cinta.  saat ini bapak Markus berusia 87 tahun. Mama Theresia berusia 76 tahun. Tetapi rasa cinta yang teranyam sejak kecil mengharuskan keduanya bersatu erat dalam ikatan tak terpisahkan. Hingga kini sudah berusia 60 tahun hidup bersama sebagai suami-istri.

Mengapa Markus Bana harus menikah Theresia Djeok?  Ya..sejauh sadap kisah ingatan. Terlepas dari masa kecil bapak Markus Bana ditugaskan menjaga Mama Theresia ketika Bapak Gaspar dan Mama Martha Nggai berkebun. Lebih dari itu ada pertimbangan lain yang lebih luhur nilainya. Bahwa  sosok Markus Bana yang memiliki kepribadian unggul diyakini  sanggup menjalankan tunggakan adat di Suku Nggeli. Markus Bana dianggap mampu mengayomi semua anggota suku.

Dan ini terbukti.  Sekadar mengenang. Atas inisiatifnya mampu membangun rumah adat ukuran layak,  menyelenggarakan pesta kenduri bagi 16 anggota keluarga yang telah meninggal. Pada masanyalah semua utang adat yang tertunggak diselesaikan. Itu sebabnya  Bapak Markus Bana digiring untuk menikahi gadis luguh, Theresia Djeok .

Namun lantaran masih satu darah, mengakibatkan hampir tiga tahun keluarga kecil ini tidak dikarunia rahmat  istimewa. Anak yang dirindukan tak kunjung direstui Tuhan dan leluhur.  Selain karena kesibukannya sebagai kepala kampung, kepala desa, serta guru agama mengakibatkan Bapak Markus sering meninggalkan rumah. Beruntung Bapak Markus Bana dan mama Theresia Dejok masih serumah dengan mertuanya. Sehingga untuk kenyaman keluarga baru itu  selalu terjamin. Juga lantaran sejumlah prosesi adat yang  belum dipenuhi. Maka resikonya tidak dikarunia anak.

Alasan ini semakin kuat lantaran, seorang haji-nelayan asal Pulau Ende mengingatkannya. Dikisahkan, jabatannya sebagai kepala desa  memudahkan untuk   didekati orang-orang yang mencari nafkah di seputar bilangan pesisir pantai  Selatan.  Bahkan untuk urusan perbaik perabot, alat tangkap dan perahunya para nelayan itu harus minta izin Bapak Markus Bana.

Maka saat itu, suatu  ketika. Sedang makan ikan hasil kemurahan hati nelayan asal Pulau Ende, seorang haji-nelayan  menyatakan  kepada bapak Markus Bana yang belum dikarunia momongan. Namun sebelum nelayan menyampaikan hal itu ia   memperhatikan bapak Markus Bana. Ada aura kecemasan tergambar pada garis wajahnya. Ada rindu bergelora yang membeku. Karena hubungan mereka dekat sang haji itu tak segan untuk menyampaikannya. “ Belum dikarunia rahmat  anak karena terganjal  sejumlah perintah adat!”.

Atas dasar “penglihatan” itu,  berangkatlah Mama-Oma Martha Nggai, Bapak-Opa Gaspar Bana dan Mama Theresia Djeok ke Mbero-anak rona dari Mekas Gaspar. Di sana digelar sejumlah prosesi adat hingga kemudian hari,  rahmat berkat itu mengalir dengan sendirinya. Lahirlah  11 orang anak. Empat orang sudah mendahulu ke rumah bapak di surga. Yang masih berziarah di kolong langit ini tujuh bersaudara. Tiga pria dan empat orang perempuan.

Dari anak tujuh bersaudara, satu di antaranya memilih hidup membiara. Saat ini bertugas di Italia. Sementara enam orang lainnya menikah. Bapak Markus Bana-Mama Theresia Djeok dikarunia  14 orang cucu dan empat orang cece.

***

3 Mei 2013 lalu,  anak-anaknya menggelar misa syukur 50 tahun pernikahan. Dibawah panji pohon cinta misa syukur berlangsung khusuk. Namun dua hari sebelum puncak perayaan Bapak Markus Bana ketiban celaka. Ia harus mengikuti perayaan syukur itu dari tempat tidur.

Kecelakaan itu pula mengakibatkan Bapak Markus Bana menderita cacat permanen. Langkah kakinya dulu tegak perkasa, kini  oleng. Demikian mama Theresia Djeok, kini harus menderita sakit. Sakit keduanya silih berganti.

Seiring usia kondisi tubuh keduanya kian susut. Tetapi semangatnya tetap meluap, meski kadang merisaukan anak-anaknya.  Saya selaku anak laki sulung merawat Bapak Markus di Borong agar lebih dekat ke RSUD Lehong-Manggarai Timur. Sedangkan Mama Theresia Djeok dirawat putri sulungnya di Wae Wole.

Ketika hari bahagia, 7 Mei 2023 lalu  saya hantar bapak untuk bertemu mama. Keduanya berpelukan. Tak ada kata. Saling menatap. Mulut keduanya komat-kamit. Cinta keduanya tak lekang. Proficiat ayah ibuku. Sosok hebat tak tergantikan. Meski tak ada pesta, pada 60 tahun pernikahan,  doa kami untuk bapak-mama  tak berkesudahan. (*)

Penulis putera sulung Bapak Markus Bana-Mama Theresia Djeok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d