Oleh Kanis Lina Bana*
Kopi Colol dalam namanya yang abadi. Tidak hanya berkesan. Membekas. Tetapi mewaris. Menyedot budi ingatan. Lengket kuat. Kawasannya hijau. Teduh. Deretan pohon kopi menempel sesuai kontur tanah geografis wilayahnya. Udaranya sejuk. Jenaka sepoi semilir ditingkah kabut tipis-tipis. Hijaunya daun kopi. Bulir-bulir kopi merah merekah. Diselingi biji-biji warna hijau. Sungguh mengagumkan.
Kopi Colol dengan segala realitas pergulatan warga adalah komoditi unggulan yang selalu melesatkan jaminan ekonomi. Karena itu, Colol dengan segala sejarah masa lalunya adalah rajutan kisah. Telapak jejak bermakna. Jahitan peradaban mewaris.
Colol tetaplah menjadi nomen est omen. Dalam aras itulah, mengenal Colol berarti mengusut kedalamannya. Menghirup butir butir keadaban dengan segala pelik juang. Relung Relung harap dalam seluruh kiprahnya.
Colol bukanlah sekadar wajah cerah penuh tetesan embun menyegarkan. Ada penggal kisah yang menggetarkan. Babak masa yang mengiris. Perhentiaan siklus hidup yang dirakit lewat. Narasi berbalut luka.
Colol yang tersusun dari adanya adalah memoar yang selalu diendap renung. Di sanalah kita menemukan kedahsyatannya. Keelokkan dengan segala belit jenaka yang melingkup.
Colol amat menyihir. Menyedot perhatian. Serentak menusuk empati untuk mendayasegarkan potensinya. Yakni Kopi. Komoditi unggulan yang telah menjadi ikon ekonomi masyarakat. Jenis tanaman yang mengalirkan energi segar dan membebaskan. Menyokong pendapatan. Menghadirkan rasa percaya diri.
Karena itulah, ketika mendaratkan langkah di Colol, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT menghantar kita merasakan getar hangat yang mengagumkan. Mengharukan, juga menggoda.
Ada gumpalan hijau serupa gelombang laut menempel di dinding-dinding bukit. Gumpalan hijau itu adalah daun daun tanaman kopi. Daun pohon pelindung komoditi unggulan. Diselimuti awan putih menambah daya pesona kawasan wilayahnya.
Tanaman kopi menghiasi kebun kebun warga setempat. Merapat dekat hingga dinding dinding rumah. Bertebaran dengan elok dan manjanya.
Kopi di wilayaah Colol, lebih tepatnya diluksikan sebagai hutan kopi. Dahan dahan pohon dipenuhi bulir bulir merah. Juga hijau. Bahkan kuning. Hijau, kuning dan merah warna khas komoditi itu.
Semalan yang Bermakna
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, beberapa waktu lalu berkunjung ke Colol. Ia datang merasakan denyut nadi orang Colol. Menikmati kopi pait. Ia hendak menciptakan lembaran baru peradaban sejarah. Membekas dan abadi bagi warga Colol khususnya dan Pemda Manggarai Timur umumnya.
Sebab Guberur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, berkunjung ke wilayah itu, bukan hanya datang seraya melewati seremoni ketat. Tetapi, bermalam di sana. Menghirup mesra dinamika kehidupan warga Colol. Merayakan gelora juang warga setempat. Meski hanya sebentar. Pendek. Tetapi menjadi jalinan sisi lain kehidupan warga Colol.

Lembah Colol di hari itu membekaskan jejak abadi. Mengurai kisah mewaris. Sebab kedatangan Gubernur Laiskodat menawarkan pelangi harap. Energi baru. Spirit yang menguatkan. Menyerahkan bantuan. Memberi motivasi bagi pelaku usaha kopi. Itu sebabnya gebyar hangat menyambut kedatangan Gubernur NTT tercium sedari pintu masuk wilayah kawasan itu.
Meski kencing langit sempat menetes. Tetapi tidak menciutkan antusiasme warga. Pemerintah Daerah Manggarai Timur, lintas Organisasi Perangkat Daerah, Aparat Kepolisian Manggarai Timur, Dinas Perhubungan, SatPol PP sigap bertindak. Gesit mengatur irama lalulintas. Demikian Bank NTT Cabang Borong, warga Colol, anak sekolah, komunitas kopi dan elemen terkait pada sibuk-sibuknya. Semua pagut dalam satu birama. Menunggu penuh sabar kedatangan Gubernur NTT ke Colol itu. Walau “kecewa” sempat mencubit ulu hati. Tetapi uapan hangat, rindu, hormat, bangga tetap menari hangat. Penuh sabar.
Ada beberapa titik perhentian yang dijejaki Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Bupati Ande Agas mengawalnya. Seraya menarasikan perhentian perhentian itu. Sebab setiap perhentian membalut anyaman asa yang harus dirayakan. Mengalun kekuatan. Membersit makna hidup dan menghidupkan.
Gubernur Laiskodat ada di tengah warga Colol. Merayakan cinta semalam. Menarasikan kehangatan kopi dan bagaimana kontribusi pemerintah agar Kopi Colol tetap berkiblat. Tetap mengudara. Satu malam bercinta dengan hawa Colol yang dingin dingin hembus menusuk menggairahkan cita mimpi agar rakyat Colol tetap bermesra dengan usaha kopi, merawat alam agar terjalin sirkulasi yang menguntungkan. Kopi sumber ekonomi. Sumber hidup. Dan alam memasrhakan untuk diberdaya. Kopi hidup tumbuh subur berbuah lebat, alam tetap terawat.
Semalam berada di Colol ada peragaan kedalaman yang dipentaskan. Ada larik larik kekuatan. Karena memang lembah Colol adalah bejana nan indah. Mateor kehidupan yang selalu menawarkan hidup dan menghidupkan. Melecutkan gairah.
Kopi Colol adalah kesejatian yang sudah merasuk. Menyatu. Rekat. Bersenyawa dalam serupa putaran helaan napas warga Colol khususnya dan Manggarai Timur umumnya.
Hangatnya kopi Colol bukan cerita baru. Atau sebatas guratan rasa sesaat saja. Tetapi sengatan nikmat. Cita rasa hangat menggetarkan. Khwalitasnya teruji. Kopi Colol telah membahasakan hakikat sesungguhnya. Kopi menjadi hitam putih kehidupan yang menyatukan. Menyehatkan. Kopi telah menjadi kebanggan yang mewaris lestari dalam petak kehidupan yang tak tergantikan.
Ukir Prestasi
Kopi Colol. Dua kata menarasikan satu kesatuan tak tergantikan. Karena itu berada di lembah Colol memberi warna baru. Sisi lain kehidupan yang selalu lekat ingat. Itu sebabnya berada di Colol terasa hambar. Tidak komplit. Kurang afdol jika tidak merasakan “hangatnya ” aroma Kopi Colol itu. Getar rasa menjilat tenggorokan.

Kopi di wilayah itu menjadi atribut yang membanggakan. Menyelamatkan. Sumber ekonomi yang menjanjikan. Komoditi unggulan yang selalu menorehkan kesan. Memahat ingatan. Melantunkan jenaka jenaka harap yang menghangatkan. Hidup dan menguatkan.
Karena itu usaha kopi, berkebun kopi adalah pilihan. Dan penghargaan nasional bahkan internasional yang diraih menjadi bukti nyata. Pemakluman kepada publik bahwa Kopi Colol memang unggul. Getar rasanya meresap. Aromanya beda.Memikat. Menusuk. Menggetarkan dan menyegarkan.
Kopi Colol, bukankah kisah tanpa bisa. Jejak prestasinya sudah terlukis sajak dahulu. Jejak itu membanggakan. Menyejarah. Sejak tahun 1937. Ketika pemerintah Belanda menggelar sayembara penanaman kopi. Sayembara itu sejalan kebijakan Raja Manggarai, Alexander Baruk (1931-1945).
Dan akhirnya, melalui seleksi ketat, Bernadus Odjong, seorang petani asal Colol keluar sebagai pemenang. Atas prestasi tersebut, Odjong, mendapat hadiah bendera tiga warna ukuran 160 sentimeter x 200 senti meter. Bendera itu masih awet terawat. Abadi. Disimpan dalam wadah bambu khusus di rumah turunan Mekas Odjong di Kampung Biting, Desa Uluwae, Colol.
Prestasi Kopi Colol itu terulang lagi. Tahun 2015. Di mana kopi jenis Arabika dan Robustha asal lembah Colol itu dinobatkan sebagai kopi terbaik Indonesia. Prestasi itu ditorehkan ketika konteks kopi spesialti Indonesia berlangsung tanggal 10-14 November 2015 di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kopi Colol mengukir prestasi ketika konteks tahunan yang diselenggarakan Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Prestasi itu menggeser predikat Kopi Jambi.
Tidak sebatas itu. Kopi Colol tidak hanya jago pada skala nasional. Tetapi prestasi internasional digenggamnya. Ketika ajang AVPA Gourmet Pruduct berlangsung di Paris, 23 Oktober 2018. (bersambung)
