Oleh Kanis Lina Bana*
Tulisan ini muntah begitu saja. Beberapa saat, setelah membaca berita Bupati Ande Agas suap kue ulang tahun ketiga pelantikannya, 14 februari 2022 lalu. Jurnalis yang ketiban penghormatan luar biasa itu adalah Firman Jaya. Wartawan Floreseditorial.com. Usai prosesi suap diikuti peluk mesra. Seperti adegan Tingki Wingki. He..he.
Bupati Ande dengan segala pesona kebapakannya memeluk Firman Jaya. Pun sebaliknya, Firman Jaya memeluk penuh hormat Bupati Ande Agas. Peristiwa tersebut diabadikan juru warta yang menyaksikan adegan langka itu.
Pentasan penuh haru itu terjadi ketika peluncuran Centra IKM Rana Tonjong-zona ekonomi kreatif Manggarai Timur. Berlangsung di belakang rumah jabatan Bupati Manggarai Timur. Momen itu disatukan dengan perayaan HUT pelantikan Bupati Ande Agas-Wakil Bupati Stef Jaghur.
Bupati Manggarai Timur Suap Wartawan Floreseditorial.com. Demikian judul beritanya. Jujur, membaca judul berita itu saya tergoda. Sebagai jurnalis memantik naluri untuk mengetahui lebih jauh. Seperti apa isi kabar sesungguhnya. Soalnya judul sangat merangsang. Terlalu. Penuh sensasi. Berita heboh. Bikin jantung sport.
Tetapi ketika membaca secara teliti saya tangkap makna pesannya. Nubari saya terketuk. Terpujilah Firman Jaya yang dipilih Bupati Ande Agas. Mengingat cukup banyak wartawan yang hadir pada acara itu. Dan apa yang dialami Firman Jaya, setidaknya, memiliki makna tersendiri. Sekurang-kurangnya dalam telapak jelajahnya sebagai jurnalis pernah mendapat penghormatan luar biasa itu.
Sebab tidak semua wartawan dapat penghormatan seperti itu, tentunya. Kalau dari sisi fisik, apalagi berada diantara kerumuman wartawan, Firman Jaya luput dari pantauan. Maklum, fisiknya kecil. Pendek lagi. Tetapi bidikan lensa mata Bupati Ande justru terarah pas pada wajah Firman Jaya. Mungkin mengamini pepatah ini, “kecil itu indah!” Small is beautiful. Atau juga karena kebetulan?. Kita tidak tahu persis. Sebatas mereka-reka saja. Selebihnya urusan hati Bupati Ande Agas.
Narasi pendek yang saya umumkan ini sebagai bentuk penghormatan atas akhlak beradab yang ditampilkan seorang bupati. Sebab, tidak semua pejabat tinggi daerah memberi atensi seperti itu. Hanya empunya orang-orang berbudi dan berbela rasa. Pemimpin yang memiliki disposisi batin dan kepekaan budi berimbang. Dan sepanjang sejarah Manggarai Timur otonom sejak 23 November 2007 lalu bupati suap kue untuk wartawan baru terjadi.
Tak Ada Sekat
Mengamati foto Bupati Ande Agas dan Firman Jaya berpelukan terbaca jelas di sana adanya perbuatan kasih. Penghargaan dan penghormatan. Stimuli mencungkil sekat. Amal yang dapat patahkan jarak.
Meski saya sadar tafsiran terhadap foto itu tidak mutlak. Sebab bahasa gambar selalu kaya. Kecuali itu, dalam kesadaran kasih, simpul kecil yang dapat saya tautkan dari foto itu adalah perbuatan kasih. Kasih seorang bupati untuk seorang jurnalis. Dalam kebajikan kristiani perbuatan kasih telah diingatkan Rasul St. Petrus 4:8. “Kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain!”. Bdk 1Kor; 13:4-8. 1Kor 16:14, 1Yoh; 4:7-8, 18. Yoh.15:12, Efesus 4:32 Roma, 12 : 9.
Karena itu kasih yang ditabur Bupati Ande Agas untuk seorang Firman Jaya merupakan butir amal kasih. Bukan perbuatan kasih sekadar meninggalkan cerita usang yang gampang dibuang seperti air ludah. Bukan pula tayangan iklan plastis bernada murahan. Dia bukan ada dalam nazar sebatas daya amal kekayaan akal. Kasih selalu jujur, bersahut. Wujud akrab kebersamaan yang dirawat. Dia berada dalam kasih itu sendiri. Sebab dia tak berbekas, tapi rasanya menjalar seluruh raga.
Betapa tidak. Kemarin, hari-hari terasa asing. Karena kasih yang kita jahit tidak meresep ke kedalaman kesejatian teras hati. Lembar kebersamaan yang kita gagas rawat bersama sebatas nuansa. Itu sebabnya hanya mampu bertahan sesaat saja.
Kemarin ruang rindu sebatas tarian angan yang sulit dirasa dalam belarasa yang hangat. Tetapi, malam ini. Persis tanggal 14 februari 2022. Ketika raga mulai mendamba tambahan tenaga, kita mendaratkan langkah untuk acara yang sama.
Kita hadir karena kasih yang pernah kita jahit dalam hati bernada kasih juga. Kita datang karena kebersamaan pernah kita gagas. Lalu, kemarin-kemarinnya kita seakan-akan pergi ke jurus berbeda. Sekadar kabar terasa begitu mahal. Sekadar menoleh pun leher kita terasa kaku. Bahkan sua jumpa menjadi “barang antik” yang sulit diraih.
Di sini, pada halaman luas itu. Pada teras jumpa kita bersua pandang. Kasih melingkup penuh hibur. Sapaan akrab ramah melawat penuh kehangatan. Dan pelukan hangat seorang Bupati Ande Agas untuk Firman Jaya menjadi uluran rindu selaksa dan balutan cinta berjiwa.
Kejayaan Tanah Asal
Peluk hangat seorang Bapak Ande Agas untuk anaknya bernama Firman Jaya tak perlu ditafsir dalam kepak sayap berganda. Sebab prosesi suap kue dan peluk hangat yang terjadi itu adalah aktualisasi kesejatian kasih. Bukan selimut ikthiar bermitra jinak. Semuanya tulus jujur.
Karena Bapak Ande Agas paham bahwa bidikan angle beritanya Firman Jaya selalu dalam koridor data apa adanya. Bukan hayalan sesaat berhasrat jahat. Semuanya berlatar kasih sayang. Karena itu “firman kata” yang “disabdakan” Firman Jaya bermakna untuk tanah asalnya. Tanah di mana seorang Firman Jaya berada dan turut “mengadakan” untuk kejayaan masyarakat sesama warga. Atas dasar tanggung jawab, sebagai anak tanah, Firman Jaya wajib beramal menuju keadaban yang lebih berjaya.
Dan peluk mesra Bupati Ande Agas untuk Firman Jaya berada dalam gelombang yang sama. Bahwa Firman Jaya ada didalamnya untuk kejayaan bersama. Karena Firman Jaya juga turut terlibat menghantar Bapak Ande Agas menuju singgasana pelayanan masyarakat di tanah asal. Firman Jaya tetap ada bersama lewat jalinan kata. Meski rakitan kata-melodi dan birama wartanya terkadang mengiris rasa.
Sebab mencintai tanah asal tidak selalu dalam kamar yang sama. Mendukung bukan berarti selalu selaras. Berani berdiri pada sisi lain menjadi bagian dari tanggung jawab. Firman Jaya, berjayalah untuk tanah asal. Semoga! (*)
