Catatan Redaksi
Kelompok Gemar Menulis SMA Negeri 8 Poco Ranaka belum lama ini menggelar latihan jurnalistik. Salah satu obyek pengamatan dalam rangka latihan menulis adalah mengunjungi obyek wisata sejarah di Maro, Desa Poco Lia, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur. Kunjungan tersebut menghasilkan beberapa tulisan. Denore.id menurunkan laporan itu mulai edisi ini.
Tokoh adat Maro, Aloysius Jalus, menjelaskan sebelum dikenal dengn nama Benteng Empu, puncak bukit tersebut sebenarnya kampung tua. Tempat pemukiman warga suku perdana. Pertumbuhan kampung di puncak bukit cukup pesat.Namun nama Kampung Empu berubah sejak dijadikan Benteng pertahanan ketika peperangan antara Suku Leleng dan masyarakat Golo Danding.
Dikisahkan saat itu warga Golo Danding sedang ketam padi di ladang. Suatu ketika empat warga Suku Lelang yaitu Popong Lageng ,Popong Rambu,Popong Alang,dan Popong Mempong melintasi kawasan dekat Golo Danding. Melihat empat warga itu, konon katanya sedang mencari tikus, maka masyarakat Golo Danding mengejek mereka. Katanya, “itu saja yang kalian perbuat setiap hari, cari tikus. Makan tikus saja, pasti pantat penuh cacing kremi. Sudah begitu makan sendiri, tidak ajak orang lain”
Setelah pulang dari lokasi buruan tikus, empat orang itu membahas kata-kata penghinaan dari warga Golo Danding. Lantaran rereka tersinggung berat dengan penghinaan itu, sekaligus sepakat penghinan itu harus dibalas setimpal. Sebab hinaan itu tanpa sebab musebabnya. Apalagi ketika melintasi kawasan dekat mereka empat warga Suku Lelang itu, tidak mengganggu mereka yang sedang ketam padi. Atau melakukan tindakan yang merugikan warga Golo Danding.

Anehnya justru mereka menghina, mencemookan empat warga Leleng . Maka empat saudara itu mengadakan musyawarah. Mereka semakin bergairah membalas penghinaan itu karena di Golo Empu ada Wangka Pelang yang terkenal dengan ilmu bela diri atau ilmu kebal yang sulit dilumpuhkan dengan kekuatan apapun.
Namun sebelum rapat untuk putuskan siapa yang harus memimpin dalam pertempuran melawan warga Golo Danding, diadakan ritual adat dengan bahan persembahan seekor ayam. Terhadap ayam persembahan mereka nyatakan intensinya atau torok.
Setelah ayam disembeli mereka mengamati tanda-tanda pada hati ayam persembahan. Secara bergilir untuk semua empat orang itu. Kurban pertama tidak memberi tanda-tanda apapun pada hati ayam persemabahan. Demikian persembahan berikutnya, belum ada tanda-tanda. Selanjutnya, ketika persembahan ayam untuk Popong Lageng, pada hati ayam persembahan perlihatkan tanda-tandanya. Maka disepakati Popong Lageng menjadi pimpinan perang.
Setelah ada kepastian itu, mereka mulai merancang beberapa perlengkapan perang yang terbuat dari bambu dan tali diikat pada kayu bercabang. Pada saat musuh datang mereka langsung memutuskan tali dan mendorong semua batu yang ada di Kampung Empu sehingga semua lawannya itu mati tertimpa batu.
Alat perang tersebut mereka siapkan untuk semua sudut Kampung Golo Empu. Sebab bagian Timur, Barat, Utara,dan Selatan ada jurang terjal. Pada titik-titik masuk menuju Golo Empu ada onggokan batu sehingga memudahkan mereka memantau bila ada serangan musuh.
Dalam peperangan tersebut warga Golo Danding menderita kekalahan. Banyak korban. Dan untuk menyelamatkan diri beberapa warga Danding mengungsi ke tempat aman dan jauh dari pemukinan mereka semula. (Kelompok Gemar Menulis SMAN 8 Poco Ranaka)
