Oleh: Heribertus Kamang
Ir. H Joko Widodo lahir pada 21 Juni 1961 atau yang lebih akrab disapa Jokowi, adalah Presiden Indonesia yang mulai menjabat sejak 20 Oktober 2014. Terpilih dalam Pemilu Presiden 2014, Jokowi menjadi Presiden Indonesia pertama sepanjang sejarah yang bukan berasal dari latar belakang elite politik atau militer Indonesia. Ia terpilih bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dan kembali terpilih bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam Pemilu Presiden 2019.
Sebelumnya, Jokowi pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sejak 15 Oktober 2012 hingga 16 Oktober 2014 didampingi Basuki Tjahaja Purnama sebagai wakil gubernur. Sebelumnya, ia adalah Wali Kota Surakarta (Solo), sejak 28 Juli 2005 hingga 1 Oktober 2012 didampingi F.X. Hadi Rudyatmo sebagai wakil wali kota.
Dua tahun menjalani periode keduanya menjadi Wali Kota Solo, Jokowi ditunjuk oleh partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P, untuk bertarung dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, (Wikipedia).
Joko Widodo berasal dari keluarga sederhana, bahkan rumahnya pernah digusur sebanyak tiga kali ketika dia masih kecil, tetapi ia mampu menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Kehutanan universitas Gadjah Mada. Setelah lulus kuliah pun beliau membuka usaha mebel.
Sosok Jokowi memang selalu dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat Indonesia dan mungkin saja tidak percaya ketika beliau berani mencalonkan diri sebagai presiden Indonesia. Wajar saja sederhana, miskin dan bukan dari keluarga politikus dan TNI adalah karakter dan keadaannya. Ditambah lagi isunya bahwa beliau tidak tegas seperti SBY, tidak hebat seperti Soekarno dan tidak memiliki Partai Politik. Memang sulit dan beban ketika ketika Jokowi mendengar semua isu itu. Ketika melakukan kampanye politik, Jokowi dinilai biasa-biasa saja dalam hal public speaking.
Tidak segarang dan setegas Prabowo dalam menyampaikan ide serta visi dan misi. Namun semua hal yang mengagetkan terjadi ketika pemungutan suara yang dimenangkan oleh Jokowi yang orang bilang “si Kurus kerempeng”. Konsep kerja nyata yang jokowi canangkan merupakan strategi dalam mengambil hati rakyat Indonesia. Prinsip kerja, sederhana dan tak banyak bicara itu nyatanya merupakan pemimpin yang selalu diimpikan oleh masyarakat Indonesia selama ini.
Faktanya Jokowi menjabat presiden hingga 2 periode, hingga sampai ada isu 3 periode. Usulan 3 periode ini merupakan bukti cintanya, netral dalam memberantas mafia, santun dalam mengambil kebijakan. Hal ini membuat rakyat Indonesia semakin cinta dan bahkan mungkin menginginkan presiden seumur hidup.
Dari kisah jokowi ini kita belajar bahwa siapa saja bisa jadi presiden. Kelas sosial tidak mempengaruhi jabatan presiden. Buktinya jokowi dari kalangan sipil dan miskin saja bisa memimpin sejagat Nusantara ini.
Jokowi di mata Rakyat NTT
Bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak era Orde Lama, Orde Baru hingga saat ini mungkin saja baru merasakan bahwa ternyata Indonesia ada Presiden sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Penulis tidak mengeliminasi peran Presiden sebelumnya, akan tetapi Presiden yang memiliki perhatian khusus untuk wilayah Indonesia Timur khususnya NTT adalah Jokowi. Bagaimana tidak pembangunan bendungan untuk kepentingan pertanian, pembangunan jalan dan jembatan serta pembangunan lainnya yang Jokowi berikan kepada masyarakat Nusa Tenggara Timur. Tentu bukan sesuatu yang biasa-biasa saja bagi rakyat NTT.
Merasa diperhatikan oleh presiden merupakan hal yang baru dirasakan oleh rakyat yang berada di Provinsi bagian tenggara Indonesia ini. Faktanya selama Indonesia merdeka, dimasa kepemimpinannya Jokowi inilah baru ada pembangunan yang bertubi-tubi bagi rakyat NTT. Sehingga tidak heran bagaimana riuhnya masyarakat NTT dalam menyambut dan meneriakan nama Jokowi.
Menariknya lagi, ketika Jokowi menjadi presiden rakyat kecil bisa mencium parfum yang digunakan oleh presiden. Mungkin selama ini rakyat belum pernah mencium parfum presiden dan hanya orang terdekat presiden saja yang bisa demikian. Masalah parfum mungkin saja sepele, namun bagi rakyat parfum presiden adalah wangi yang langkah. Namun kali ini berbeda, selain rakyat bisa mencium parfum beliau, tangannya juga rela dicium oleh rakyatnya. Sungguh karakter pemimpin yang sangat dekat dengan rakyatnya.
Jokowi sungguh berbeda. Satu alasan emak-emak di kampung mengikuti pencoblosan saat Pilpres adalah karena ingin memenangkan Jokowi.
Jokowi: seperti nabi bagi rakyat NTT
Penggunaan diksi nabi pada sosok Jokowi mungkin saja agak berlebihan, namun penulis merasa agak cocok menyematkan diksi itu pada beliau. Sederhananya adalah Jokowi sebagai sosok penyelamat dan pembawa perubahan untuk segala sektor di daerah NTT. Alasan lain juga sebagai ungkapan cinta penulis terhadap jokowi sehingga diksi itu disematkan.
Pemimpin sejati itu sosoknya seperti Jokowi, Presiden bagi segala suku, ras dan agama, presiden bagi semua kelas sosial dan rendah hati serta sederhana dalam segala situasi. Hal itu yang memicu kecintaan rakyatnya terhadap RI 1 ini. Tidak terlepas juga dengan seluruh masyarakat NTT yang sangat gembira dan bahkan euforia ketika menyambut kedatangan Jokowi ke Nusa Tenggara Timur.
Kunjungan berkali-kali yang beliau lakukan untuk NTT merupakan wujud rasa cinta dan rasa memiliki daerah ini. Beliau sadar bahwa gugusan pulau-pulau yang ada di tenggara Indonesia yang disatukan oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur itu merupakan bagian dari Indonesia.
Presiden sebelumnya mungkin saja pernah kunjung ke Indonesia akan tetapi kurang nampak hasilnya. Berbeda dengan pria yang bertubuh kurus ini, kedatangannya selalu membawa perubahan yang drastis. Seolah-olah beliau adalah penyelamat. Bagaimana tidak, pada masa kepemimpinanya beliau hampir seluruh wilayah di NTT sudah mendapatkan listrik yang layak, pembangunan jalan dan jembatan, waduk serta bendungan bagi kepentingan petani. Apa yang kurang? Bagi saya, itu semua sudah luar daripada biasa. Sosok pemimpin sebagai solusi hanya dimiliki oleh Jokowi. Julukan sebagai Bapak dari seluruh rakyat juga mungkin cocok untuk beliau.
Ketika Jokowi dijadwalkan untuk berkunjung ke NTT, baik itu di pulau Timor, Flores, Sumba dan lain sebagainya akan menghipnotis warga seakan kedatangan sang penyelamat. Meliburkan diri dari aktifitas dan kesibukan, serta menyipakan baterai handphone untuk kepentingan dokumentasi serta siaran langsung pada halaman facebooknya hanya untuk melihat langsung sang presiden.
Di salah satu daerah di Timor Tengah Selatan sosok Jokowi sudah dibangun dalam bentuk sebuah patung besar. Ini merupakan contoh kecintaan rakyat terhadap sosok Jokowi. Contoh lain lagi adalah ketika Jokowi datang ke Ende untuk mengikuti upacara memperingati Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 2022. Selain kecintaannya kepada NTT Jokowi memilih Ende sebagai tempat upacaranya adalah karena Ende adalah embrio dari lahirnya Pancasila yang selalu kita peringati tiap tahunnya.
Wujud cinta rakyat NTT terhadap Jokowi juga kita bisa pantau di sosial media dari kemarin hingga hari ini di Ende Flores. Berbagai macam reaksi masyarakat dalam menyambut kedatangan beliau. Lucunya lagi ada yang meneriaki nama Jokowi ketika beliau masih dalam pesawat. Lucu dan heran ia, namun itu salah satu model rasa cinta warga kepada pemimpinnya. Ada juga yang sampai tidak percaya kalau dirinya bisa mencium tangan dan berfoto bersama dengan bapak presiden. Sebenarnya masih banyak hal menarik lainnya yang kita bisa lihat di media sosial.
Kejadian lain yang menandakan kecintaan warga terhadap presiden adalah warga melarang organisasi Mahasiswa untuk melakukan demo kepada beliau. Dan hal itu terjadi kemarin di Ende. Sungguh cinta dan sayang yang luar biasa rakyat Nusa Tenggara Timur kepada bapak presiden Joko Widodo. Terharu dan merinding ketika penulis melihat gambar bergerak yang hari ini tersebar di seluruh media sosial. Melihat antusias warga dalam menyambut beliau serta melihat kedekatan jokowi dengan masyarakat sampai rela dipeluk rakyatnya adalah tindakan yang sangat mengesankan.
Harapannya, semoga dikemudian hari akan ada lagi sosok pemimpin yang mengikuti jejak Jokowi. Dicintai, dilindungi, sederhana, pemimpin segala suku dan ras serta masyarakat tidak merasa kehilangan pemimpinnya.
Alumni Pascasarjana Universitas Sebelas Maret–Solo
