google.com, pub-6484823448236339, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Kontraktor Enggan Bayar Upah, Pekerja Ancam Bongkar Pekerjaan Lapen di Desa Golo Paleng

Daftar Nama Pekerja Proyek Lapen/Inilah sebagian nama pekerja proyek Lapen di Desa Golo Paleng yang belum menerima upah kerja. Foto/Istimewa

BORONG, DENORE.ID – Sebanyak 33 orang pekerja proyek lapisan penetrasi (Lapen) di Desa Golo Paleng, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT ancam bongkar hasil pekerjaan proyek itu. Alasannya hingga saat ini kontraktor enggan membayar seluruh upah kerja. Apabila satu minggu ke depan kontraktor tidak membayarnya, maka pekerjaan lapen dari cabang Golo Utur hingga Kampung Rakas dicungkil kembali.

Salah seorang pekerja yang enggan menyebutkan nama menyampaikan hal itu kepada  Denore.id, Senin (21/3/2022). Pekerja enggan menyebutkan namanya lantaran proyek lapen itu menyisahkan persoalan yang dapat menimbulkan persoalan baru. Kepada Denore.id pihaknya menyampikan hal itu lantaran kesal terhadap kontraktor yang bersikap masa bodoh terhadap upah HOK mereka.

Menurut dia, upah pekerja sebesar Rp 60.000, 00 per hari. Jumlah upah tersebut berlaku bagi semua pekerja dan dibayar ketika semua pekerjaan selesai. Namun pekerjaan tahap akhir selesai dikerjakan, pihak kontraktor enggan membayarnya. Pihak kontraktor, jelasnya, menjanjikan akan membayar seluruhnya pada, 15 Maret 2022 lalu. Tetapi hingga batas waktu yang dijanjikan itu, pihak kontraktor tidak menepatinya. Akibatnya pekerja kecewa dan mengancam cungkil kembali pekerjaan lapen itu. Tindakan ini ditempuh agar pihak yang jadi korban terkait pekerjaan  itu bukan hanya pekerja tetapi juga kontraktor .

Dikatakannya, selama pekerjaan berlangsung, CV. Chavi Mitra sebagai pihak yang bertanggung jawab keseluruhan pekerjaan. Hanya saja, pekerja tidak mengetahui total anggarannya karena tidak ada papan informasi. Pekerja, lanjutnya,  mengabaikan hal itu karena yang diutamakan pekerja adalah harian kerja dan kualitas pekerjaan.

Pada bagian lain, jelasnya, tersendatnya pembayaran upah pekerja diduga karena CV. Chavi Mitra selaku mitra dipilih tanpa mekanisme tender yang benar. Hal itu dibuktikan sikap kontraktor yang tidak bertanggung jawab terhadap upah pekerja. “Saya duga ada konspirasi saat proses tender. Beberapa perusahaan yang ajukan tawaran jasanya hanya sebatas memenuhi persyaratan administrasi saja. Rupanya pihak pemenang sudah “bermain mata” dengan pemdes. Ke depan tidak boleh gunakan cara ini lagi.  CV yang sekarang kerja lapen di Desa Golo Paleng harus  diblack list,” pintanya.

Direktur CV Chavi Mitra, Vitus Yulius Nggajo, saat  dihubungi Denore.id membenarkan jika upah pekerja belum dibayar. Hal itu, jelasnya, bukan sengaja, tetapi keterlambatan bayar upah pekerja itu disebabkan pihak pemerintah desa belum membayar total anggaran pekerjaannya.

Dia mengaku, segera membayar upah para pekerja apabila pihak pemerintah Desa Golo Paleng sudah melunasi seluruh tunggakan anggaran pekerjaan.

Uang Hilang

Kepala Desa Golo Paleng, Blasius Banis, melalui sambungan telepon, Senin (21/3/2022) menjelaskan, total anggaran pekerjaan lapen sepanjang 581 M sebesar Rp. 463.508.100. Dari jumlah tersebut yang sudah dibayar kepada kontraktor pada tahap satu sebesar Rp. 100.000.000,00, 23 Desember 2021. Tahap dua dibayar Januari 2022 sebesar  Rp. 100.000.000,00. Tahap tiga dibayar dua kali yakni  Rp.50.000.000,00 dan Rp. 17.000.000,00.

Sementara sisanya, lanjut Kades Banis, akan dibayar saat pekerjaan selesai. Apesnya, saat pembayaran tahap akhir uang di brangkas hilang. “Benar ada tunggakan uang proyek lapen sekitar Rp.100 juta. Hanya saja uangnya sudah hilang dari brangkas,” katanya.

Terkait uang yang hilang, jelas Kades Banis, menjadi tanggung jawab bendahara untuk bayar. Sebab uang itu hilang dari brangkas yang menjadi tanggung jawabnya.  “Uang tersebut hilang di tangan bendahara. Sehingga tanggung jawab bendahara untuk bayar uang yang hilang tersebut,” tegasnya.

Surat Pernyataan/Inilah surat pernyataan kesanggupan membayar uang tunggakan proyek lapen di Desa Golo Paleng. Surat pernyataan itu terpaksa ditanda tangan bendaha desa karena diintimidasi. Foto/Istimewa

 Apalagi, tambahnya,  dari total yang yang hilang itu, bendahara sudah bayar sebesar  Rp. 9.000.000,00. Sedangkan sisanya  masih Rp. 91.079.838,00.

Kades Pegang Uang

Bendahara Desa Golo Paleng, Siprianus Kampi, yang dikonfirmasi Denore.id membenarkan adanya uang dana desa yang hilang. Namun, dia tidak mengetahui hilangnya uang tersebut. Sebab yang pegang Dana Desa tersebut adalah Kades Golo Paleng. Apalagi brangkas keuangan yang ada  hanya simpan di kantor desa. Sementara uang tidak simpan dalam brangkas yang ada di kantor desa itu. Semua uang tunai Dana Desa disimpan dalam tas di lemari rumah tinggal Kepala Desa, Blasius Banis.

 “Sebenarnya uang itu bukan hilang, tapi memang tidak ada uang dalam brangkas. Semua uang ada di lemari kepala desa dan kunci dipegang kepala desa sendiri,” katanya.

Bahkan, Kades Banis, mengingatkan saya selaku bendahara, apabila ada warga yang tanya harus dijawab bendahara yang pegang. Sebenarnya itu sandiwara saja. “Selaku bawahan, saya terpaksa taat terhadap perintah atasan,” ujarnya.

Menurut Sipri, selaku  bendahara peran tugasnya tidak difungsikan sebagaimna mestinya. Yang ada hanya sebatas  simbol belaka saja, karena semua urusan keuangan diambil-alih Kepala Desa, Blasius Banis.

“Tugas saya hanya ambil uang saat pencairan di Bank NTT. Setelah itu diserahkan kepada Kades dan saya tidak dilibatkan urusan selanjutnya. Sehingga alasan kades tidak tahu uang yang hilang adalah tipu muslihat,” jelasnya dengan nada kesal.

Menurut Sipri, tahap pertama sudah dibayar sebesar Rp. 100.000.000, 00 pada 23 Desember 2021. Selanjutnya, tahap kedua dibayar pada 23 Januari 2022 sebesar Rp. 100.000.000,00. Pembayaran tahap tiga dilakukan melalui transfer Rekening Bank BRI Cabang Mano sebesar Rp.50.000.000,00.

Setelah pekerjaan lapen selesai, pihak kontraktor tagih uang sisa sebesar Rp.60.000.00,00 pada 26 Februari 2022. Namun, saat uang dari tas sang kades dihitung sebagiannya sudah hilang.

“Kades suruh saya hitung uang. Setelah hitung uang dalam tas, yang tersisa hanya Rp. 35.000.000,00. Yang lainnya tidak ada. Diperkirakan sebesar Rp. 38.000.000,00 tidak ada dalam tas itu. Saat itu juga serta merta kades malah tuduh saya yang hilangkan uang itu,” tukasnya.

Selain  itu, jelas Sipri, Kades  Banis memaksa dirinya segera mencari uang pengganti sebesar Rp. 25.000.000,00. Atas perintah sang kades pihaknya terpaksa berusaha dengan mendatangi keluarga di beberapa tempat. Tujuannya pinjam uang guna menutup uang yang telah hilang itu. Yang terjangkau hanya  Rp 9.000.000.00.  Namun uang tersebut ditolak sang kades karena jumlahnya tidak sesuai yang diperintahkan. “Karena saya tidak mampu dapat pinjaman sebesar Rp 25.000.000 maka ijasah dan sertifikat tanah saya ditahan sang kades,” katanya.

Intimidasi dan Paksa Tanda Tangan

Selain ijasah dan setifikat tanah ditahan,lanjutnya, pihak kontraktor, melalui anak buahnya menjemput dirinya dan dihantar ke Borong. Setibanya di Borong, demikian Sipri, kontraktor dan sang kades yang menyusul ke Borong pada hari berikutnya juga mengintimidasi dirinya agar segera lunaskan tunggakan uang pekerjaan proyek lapen itu. Sebab  kontraktor bersihkukuh minta segera bayar sisa uang pekerjaan sebesar Rp. 60.000.000,00.  

“Saya dipaksa untuk tanda tangan surat pernyataan kesanggupan membayar tunggakan pekerjaan proyek. Sebenarnya saya tolak surat pernyataan itu. Tetapi posisi saya waktu itu sangat terdesak. Tidak ada pilihan karena saya diintimidasi. Bahkan memaksa saya tanda tangan surat pernyataan itu dengan jumlah uang yang harus dibayar sebesar RP. 91.079.838,00. Jumlah itu jauh lebih besar dari pinjaman saya. Saya benar-benar terdesak dan harus tanda tangan,” ujarnya datar.

Atas semua kejadian yang menimpa dirinya, Sipri mengaku kesal dengan sikap Kades Banis yang tidak jujur dan melempar tanggung jawab kepada pihaknya selaku bendahara. Lebih menyakitkan lagi, uang sebesar Rp 27.000.000 sebagai pinjaman justru dituding sengaja diambil. Padahal uang pinjaman itu atas persetujuan Kades Banis. “Benar saya ada pinjam uang Rp 27.000.000. Pinjaman itu dibayar secara cicil setiap bulan dengan cara potong gaji saya. Dan pinjaman itu tidak ada hubungan dengan uang yang hilang. Sebab semua uang Kades Banis yang pegang,”  tegasnya.

Karena itu, terang Sipri, sangat kaget jika uang Rp. 27.000.000,00 sengaja diambil tanpa persetujuan sang kades. Bahkan hasil kesepakatan lisan waktu itu, akan dibayar setiap bulan. Sebagianya berjumlah Rp. 9.000.000,00 sudah bayar tetapi ditolak. Malah direkayasa sang kades seolah olah saya sengaja ambil uang itu. Skenario ini sebenarnya mainan kepala desa untuk  membenarkan asumsi sang kades jika uang yang hilang itu saya yang ambil sebagaimana ditudingnya. (Tim Redaksi Denore.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: