Mengapa Tinggalkan Saya Sendiri? (Mengenang Bapak Stefanus Jaghur)

Alm. Stefanus Jaghur-Wakil Bupati Manggarai Timur. Foto/ist

oleh : Kanis Lina Bana*

Begitu tiba dari kegiatan luar daerah, Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas, SH.MHum segera melayat almarhum Drs. Stefanus Jaghur-Wakil Bupati Manggarai Timur. Jasad Wakil Bupati Manggarai Timur ini disemayamkan di rumah pribadinya di Golo Ntoung-beberapa meter dari rumah jabatan. Beberapa jam setelah tiba dari Kupang. Beliau menghembuskan napas terakhir di RSUD WZ.Yohannes Kupang, Rabu (30/3/2022) sekitar pukul 21.30 Wita. Setelah mencicipi makan malam, Wakil Bupati Manggarai Timur ini  pergi untuk selama lamanya. Makan malam menjadi tanda perpisahan bersama keluarga yang setia mendampinginya di rumah sakit.

Kurang lebih sebelas hari beliau bergulat dengan sakitnya. Entah ada penyakit bawaan hingga bercokolnya Covid-19 yang menghantar alm. Stefanus Jaghur, pergi untuk selama-lamanya?  Ini bukan waktunya lagi untuk kita persoalkan. Semuanya berpulang pada kehendak Ilahi. Tuhan punya rencana indah untuk semua manusia.

Di mata Bupati Ande Agas dan masyarakat Manggarai Timur, alm. Stefanus Jaghur, adalah sosok rendah hati. Bijaksana tetapi tegas. Apa yang dikatakan, itu pula yang dibuatnya. Tidak neko neko. Semuanya lurus. Sakingnya lurus dan jujurnya hingga menyembunyikan jika almarhum sakit. Padahal Bupati Ande sudah berusaha “merayunya” untuk berobat ke Jakarta.Periksa lebih intensif kondisi tubuhnya. Sayangnya saran Bupati Ande Agas, kurang direspeknya. Semuanya itu karena sikapnya yang rendah hati. Atau juga ini jalan yang dikehendaki DIA di atas sana.

 Saat berhadapan dengan peti jenasah alm. Sfefanus Jaghur, suara orang nomor satu Manggarai Timur ini terasa serak sesak. Tak kuasa menahan semuanya. Retina matanya dilumuri bulir bening. Suara terbata bata meledak begitu saja. “Oe Bapak Tatan-sapaan alm. Stefanus  Jaghur, mengapa meninggalkan saya sendiri?”

Luapan sedih bercampur duka dari Bupati Ande Agas, menjadi bahasa khas untuk menyatakan kehilangan sosok Stefanus Jaghur. Ayah tiga anak ini telah berpulang ke tempat asalnya. Masyarakat Manggarai tak kuasa terima atas kepergiannya yang begitu cepat. Semuanya serba misteri. Kepadanya butir doa kita daraskan. “Semoga Bapak Stef berkenan di rumah kerajaan Allah”

  • Larik Jejak Mengenang

Isi tengkorak kepala saya masih ingat. Awal awal urus pemekaran dan pembentukan Kabupaten Manggarai Timur. Betapa panik dan sibuknya. Tamu dari pusat-Jakarta sana datang ke Borong silih berganti. Belum lagi informasi kedatangan mereka begitu mendadak. Kondisi itu membuat Camat Borong, Drs. Stefanus Jaghur, harus pontang panting. Membereskan segala hal berkaitan  kunjungan orang penting dan menentukan itu. Kunjungan mereka harus lancar. Tamu Jakarta harus  nyaman dan betah. Pokoknya tamu harus puas.

Mereka datang untuk melihat langsung kondisi riil calon daerah otonomi baru. Bagaimana persiapannya. Apakah Manggarai Timur layak atau tidak. Betapa sibuknya, kala itu. Tetapi sungguh besar abdimu. Betapa mulia pelayananmu. Betapa mengagumkan tanggung jawab yang engkau pikul, Mekas Stef. Dan semua rombongan dilayani dengan baik. Tulus. Semuanya untuk kebaikan bersama. Untuk melancarkan proses Manggarai Timur otonom.

Kala itu prosesnya cepat. Limit waktu juga mepet. Masa injuri time. Belum lagi, Bupati Manggarai, Drs. Chrsitian Rotok, dengan gayanya. Dogmanya satu. Pokoknya harus beres. Camat Borong harus siapkan semuanya. Penyambutan harus meriah. Bagaimana saja caranya!”

Sebagai tempat tujuan kunjungan Mekas Stef Jaghur selalu siap. Saya selalu perhatikan bagaimana sibuknya. Saya amati betapa paniknya.  Saya bangga denganmu Mekas Stef. Kagum diam-diam.

Saya juga ikuti bagaimana ekspresi, Blasius Dasal, mengajak warga menyambut tamu. Narasinya menggoda. Sementara engkau-Mekas Stef, selaku pimpinan tertinggi di Borong, biasanya sebentar saja temani tamu. Selebihnya pantau dari dekat semua mata acara. Pastikan semua lancar.

Yang saya saksikan, betapa sibuknya waktu itu. Urus depan belakang. Tamu terhormat atau kami yang lain selalu dipastikan semua terlayani dengan baik. Itu sebabnya, dudukmu tidak betah. Kiri kanan. Pokoknya sibuk. Dan itu telah kau tunjukan. Telah kau nyatakan. Telah kau amalkan.

Satu di antara yang tak luput menyisahkan galau adalah saat santap bersama. Meski menu sederhana menemani kita di dapur rumah jabatan Camat Borong paruh waktu tahun 2006 hingga 2007.  Kadang lauk tak cukup. Teri kecil campur tomat, lombok selalu tersedia. Menu alakadarnya, tapi terasa nikmat. Kami kenyang. Engkau menyaksikan dengan senang ketika rombongan menikmati dengan lahapnya. Maklum lapar sedang melingkar di lambung. Kami lahap dengan senang hati. Dan di ujung acara, rombongan yang datang selalu memberi aplaus untukmu, Mekas Stef.

Karena itu, ketika  Manggarai Timur otonom dan dikau Mekas Stef  sempat parkir begitu lama di SatPol PP, hati kecil saya protes. Sepertinya kita kurang menghormati proses dan lalai menghargai sejarah. Sementara yang hanya datang “menikmati hasil” di Borong melejit dengan pesat. Seharusnya, dalam pikiran  sederhana saya. “Hak Kaiser diberikan kepada Kaiser!” Ya..ini  kegelisahan saja. Selebihnya saya tidak tahu banyak. Mengapa demikian? Kadang protes melecut pada ujung harap yang tak tergapai.

Atas dasar itulah, ketika dikau Mekas Stef ikut bertarung dalam pentas Pilkada Matim, 2018 lalu mendampingi Bapak Ande Agas, saya tidak sangsi. Leluhur telah mengatur bandul hidupmu. Semesta merestuinya. Meski kita beda pilihan. Tetapi saya hormati, “Dikau  pantas mendapat upah itu!” Karena dikau  telah setia tehadap perkara-perkara kecil, kepadamu berhak mendapat  perkara lebih besar. Menduduki jabatan Wakil Bupati Manggarai Timur periode 2019-2024 adalah balasan setimpal atas jasa-jasamu melancarkan proses pemekaran dan pembentukan Kabupaten Manggarai Timur.

Jauh sebelum menduduki jabatan Wakil Bupati Manggarai Timur hubungan kita wajar. Cair dan longgar. Saya memberi antensi sepantasnya.Demikian pun sebaliknya Mekas Stef terhadap saya. Kalau saja wajah kita tidak sempat beradu sua, lewat jejaringan sosial kita berjumpa. Perjumpaan di media sosial, saya ingat satu pengalaman kecil ini. Tentang status di media sosial Facebook. Demikian isi teras FB, mekas waktu itu. “Yang manis jangan cepat ditelan. Yang pahit jangan cepat dibuang”. Spontan saya komentar. “Kalau begitu mekas, kita momos saja!” “Oe Kanisius, saya ketawa sakit perut memang baca komentar dite hoo e”. Bagi saya ini tanda kedekatan. Hubungan emosional yang akrab.

Tetapi, harus saya akui, sejak mekas menjadi Wakil Bupati Manggarai Timur, relasi kita kurang intens seperti dulu lagi. Dan ini saya paham. Saya juga tidak berjuang menggangu rutinitas dengan tingkat kesibukan yang amat sangat itu. Kita bisa bersua ketika saya mendampingi beberapa tokoh masyarakat Suku Suka beberapa waktu lalu. Menjelang senja. Mekas sedang siram bunga di halaman depan rumah jabatan. Pesona sederhana jelas terlihat. Kaus oblong celana pendek. Meski seraut heran melingkar, tetapi tetap akrab santun seraya mengajak kami masuk. Kita duduk dan diskusi bersama. Di ruangan antara rumah induk dan dapur.

Kedatangan kami, kala itu hendak diskusi seraya minta agar kunjungan ke lokasi calon Bandara Tanjung Bendera dipending sebelum ada kejelasan. Namun karena semua agenda sudah didesain, undangan sudah keluar, maka kunjungan itu tetap berjalan.

Pertemuan kedua, terjadi di sela-sela perayaan HUT Kabupaten Manggarai Timur, 23 November 2021 lalu. Secara kebetulan kita bersua di lantai satu. Tempat masyarakat mengaso dan menikmati kopi. Saat itu saya tawarkan buku baru karya saya. “Surat Surat Jelata!” Serta merta engkau membeli. Seraya membayarnya.

Yang sedikit ibah waktu itulah adalah ketika mekas rogo saku baju, ternyata jumlah uang yang ada tidak cukup untuk harga buku saya. Seraya tole kiri kanan, seorang ASN yang mendampingi mekas membaca gestur, lalu membayar buku saya. Saya masih ingat nominalnya Rp 150.000,00.

Bagi saya bukan jumlahnya tetapi menghargai karya intelektual seseorang. Menghargai karya merupakan bentuk doa. Bagi saya, uang berjumlah Rp 150.000,00 menjadi seutas doa agar tetap berkarya untuk tanah asal, Manggarai Timur.

Itulah penggalan kisah yang masih lekat di kepala saya. Pengalaman itu memberi kesan kuat buat saya bahwa mekas orang sederhana. Rendah hati, apa adanya. Lurus tidak kenal diplomasi berbelit-belit.

  • Pergimu Terlalu Cepat

Rabu (30/3/2022) malam, sekitar pukul 22.00 Wita lebih sedikit. Saat melintasi rumah jabatan, pandangan saya agak terusik. Sebab, beberapa sepeda motor parkir di rusuk jalan tepat di depan rumah jabatan Wakil Bupati Manggarai Timur. Saya sempat lirik ke arah pintu utama rujab itu. Dari pesonanya, beberapa orang itu, dapat saya pastikan mereka jurnalis. Di bilik hati menyembul simpul ini. “Mungkin ada kegiatan. Ada konverensi pers atau apalah namanya”

Tidak terbetik pikiran lain. Saya lajukan kendaraan seperti biasanya hingga masuk rumah. Setelah istirahat sebentar saya mulai lanjutkan pekerjaan. Biasa,.. buka laptop dan lihat-lihat tulisan. Di saat lelah, saya periksa HP. Di sanalah saya temukan satu berita. Dan berita itu menyakitkan. Wakil Bupati Manggarai Timur, Stef Jaghur meninggal di Rumah Sakit WZ. Yohannes Kupang.

Kematianmu, Mekas Stef, terlalu pagi. Usiamu masih 64 tahun. Belum genap apa kata Kitab Suci. Masyarakat Manggarai Timur, tak percaya atas kepergianmu Mekas Stef Jaghur. Sebab tidak ada riwayat sakit sebelumnya atau penyakit bawaan. Postur tubuhmu tegak. Tak susut. Tetap padat berisi. Aura berminyak tetap terlukis jelas pada pualam wajahmu.

Tetapi mau bilang apa, sang pemilik hidup punya kehendak lain. Dialah pemegang utama kehidupan manusia. Jika DIA menghendaki, tak kuasa kita menolak, apapun alasannya. Sebagimana diingatkan Gotha,” kelahiran dan kematian adalah sejoli. Tak terpisahkan. Ruang waktulah yang mengiringnya.

Mekas Stef Jaghur, jika kelahiran itu kebetulan, maka kematian adalah kepastian. Kita berpisah dalam jarak tak terukur. Doa kami mengiringmu. Doakanlah bagi keluarga dan kami masyarakat Manggarai Timur. Rumah yang engkau bangun dengan darah dan keringat hanya sebentar mekas nikmati dalam kaku. Rumah abadi telah menantimu, Mekas Stef. Beristirahatlah dalam keabadian. (*)

Penulis salah seorang warga Waelengga, Kota Komba/Denore.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!