google.com, pub-6484823448236339, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Menulis Harus Jujur, Karena  Fakta itu Suci

Kanis Lina Bana/ist

Oleh  Kanis Lina Bana*

Adalah Siprianus Habur. Anggota DPRD Manggarai Timur, Partai Bulan Bintang. Sudah tiga periode menduduki jabatan strategis tersebut. Diusung partai berbeda.

Periode pertama direngkuhantar Partai Matahari. Partai yang baru menyingsingkan sinarnya itu  dalam hitungan hari, mati suri. Tak pelak, para kader  “plesir” ke mana mana. Cari aman. Ya..begitulah mainan politik. Loncat sani sanggah sini bukan mustahil. Itulah seninya politik.

Sipri Habur termasuk salah satu kader  di dalamnya. Eloknya,  ia tidak sorong diri turut terbenam bersama redupnya sinar Partai Matahari itu. Justeru mendarat aman di kamar Partai Bulan Bintang. Meski seiring ‘loncatan’ ke kamar PBB itu, sejumput heran mengusik. Tetapi pada sangkar partai inilah, dia melenggang  kedua kalinya ke lembaga yang sering diperebutkan banyak orang itu. 

Tak tanggung-tanggung sudah tiga periode, Sipri Habur, menduduki jabatan itu. Tentu ini prestise tersendiri. Sebab tidak semua politisi bisa jangkau seperti itu. Hanya empunya politisi tertentu.  Khusus  mereka yang dapat kepercayaan warga pemilih. Balance dengan performance selama menjabat. Dalam klaster ini, Siprianus Habur, memenuhi kategori dimaksud.

Itu  sekilas info. Tentang putera Poco Rana Timur. Rehat sejenak. Yang ditelisik  lebih jauh dari tulisan pendek ini adalah berita terkini yang dilansir media online dua hari terakhir. Berita tentang Tembok Penahan Tanah (TPT) di Rewung, Desa Tango Molas, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur.  TPT tersebut dibangun guna  menghubung wilayah Desa Wejang Mali  dan Tango Molas.

Berita ini dilansir media online tanggal 3 Juli 2022,  pukul 12.47 WIB. Tak lama berselang beberapa media online  rame rame menyusul dengan sudut pandang berbeda-beda. Mulai nyerempet sikap politik Siprianus Habur terkait  kursi Wakil Bupati Manggarai Timur yang masih lowong hingga kini.

Ironisnya berita TPT di Rewung  itu diplintir terlalu lauh. Bahkan semakin liar ke mana mana. Terlempar jauh dari substansi berita.  Fakta ini, di satu sisi  bisa dimaklumi. Sebab berita terkait orang besar pasti banyak pembaca. Layak jual. Karena itu, selaku publik figur harus muka tebal. Otak jernih. Hati teduh.

Sebab sudut pandang jurnalis terhadap suatu fakta  selalu beragam. Warna-warni menyingkap isi sajiannya. Boleh dikatakan multi angle berita membuktikan kekayaan intelektual si wartawan  dalam membidik soal. Tetapi ini berbahaya. Awas goal bunuh diri. Terlepas dari itu semua, fakta publik sudah terlanjur melegitimasi jika TPT Rewung jadi trending topic di Manggarai Timur.

Tulisan ini tanpa atensi menyudutkan sesama wartawan. Toh,.. jeruk tidak mungkin makan jeruk. Penulis tidak punya salera, apalagi bakat menyudutkan sesama jurnalis. Apa yang ditautkan ini hanya pesan pendek untuk segarkan pengetahuan kita tentang jurnalistik. Sebentuk alarm. Sharing ingat  melawan lupa. Agar jurnalis tidak salah kaprah berujung fatal. Agar tidak terkungkungan dalam tempurung  permusuhan. Agar tidak makan puji. Tidak mati dibodoh karena ceroboh.

Sharing ini juga, sejujurnya, copian dari  rawat ingat ajaran  pendahulu-pendahulu penulis. Terutama ketika berjuang dua tahun delapan bulan untuk dapat kartu pers di HU Pos Kupang. Juga tuntun didik  Tim Kompas Gramedia pada beberapa kesempatan latihan.

Kita kembali ke TPT Rewung. Harus diakui, meluasnya publikasi berita TPTdi Rewung itu lantaran memenuhi unsur menarik dan penting. Penting karena anggaran yang digelontorkan itu jauh panggang dari api. Tidak membantu rakyat banyak. Konstruksi fisik baru  dikerjakan, tapi sudah rusak. Tidak bermutu sehingga sekali banjir halau langsung  jebol. Maka sia-sialah anggaran tersebut.  Ibarat mutiara dilempar ke mulut babi.

Jauh lebih penting lagi, proyek ini membuktikan lemahnya perencanaan. Instansi teknis terkait tidak membidik lokasi secara detil. Grafis lokasi tidak terlihat dalam perencanaan.  Padahal jika desain TPT menghubung dua desa itu termasuk pekerjaan deker niscaya proyek tersebut berdampak bagi warga banyak. Namun pekerjaan deker luput dari jangkauan. Entah dana perencanaan terbatas, atau teknis perencanaan tidak cermat merancangnya.

Berita TPT juga Menarik karena anggaran kegiatan tersebut disinyalir bersumber dari pokir anggota Dewan bernama Siprianus Habur. Setidaknya, kader PBB ini, bersama-sama atau sekurang-kurangnya patut diduga  turut serta  melebur dalam pusaran anggaran TPT itu.

Tetapi jika kita baca berita tersebut  secara teliti terdapat kelemahan yang sangat mengganggu. Bahkan menyesatkan. Bukan publikasinya, tapi isi beritanya tidak jujur. Fakta tidak obyektif. Unsur-unsur strandar dan normatif sebuah berita tersingkir jauh.

Pemred Pos Kupang perode  1997-2002 dan 2002-2012  Marcel Weter Gobang, selalu berulang-ulang mengingatkan. Bahwa berita tanpa unsur cover both side, membuktikan kedangkalan atau ambivalen antara keterbatasan wartawan terkait berita dan ilmu jurnalistik dengan ambisi kerdil di balik tempurung kepala si wartawan itu.

Merujuk pendasaran ini, setiap pembaca berita TPT pasti menangkap dengan jelas. Bahwa berita tersebut   tidak  memenuhi unsur cover both side. Berita sepihak. Tidak heran Sipri Habur menandaskan apa yang diberitakan itu mencemarkan nama baiknya. Pefitnahan. Membunuh karakternya. Dan ini sebenarnya melanggar kode etik jurnalistik.   

Kelemahan berita ini diperuncing lagi  minimnya  sikap skeptis wartawan.Padahal setiap informasi  diperoleh  wajib hukumnya difilter. Dianalisa. Diverifikasi. Terutama data data pendukung terhadap fakta temuan lapangan.

Misalkan diperoleh informasi pagu anggaran proyek TPT di Rewung sebesar Rp 400 juta. Tugas jurnalis cek lebih lanjut ke dinas terkait. Dengan itu dapat kepastian pagunya. Legitimasi informasi. Selain itu si wartawan bertanya  kepastian indentitas pihak pelaksana kegiatan. Tanya sikap instansi terkait  terhadap proyek  yang rusak itu.

Selanjutnya, jika benar TPT itu  pokir Dewan, si wartawan harus konfirmasi anggota Dewan yang disebutkan nara sumber di lokasi. Tidak naif berkelit di ketiak kata “keramat”, ” belum berhasil ditemui!” Jika benar demikian, harus digambarkan dalam tubuh berita kronologis menghubungi pihak terkait itu. Dirincikan waktu ke waktu. Entah hubung per telephon, pesan WA atau short message service. Digambarkan semua dengan telanjang.

Lebih dari itu, wartawan harus punya pengetahuan tentang pokir. Bahwa pokir merupakan  anggaran yang dialokasi anggota Dewan berdasarkan hasil reses. Anggaran tersebut diperjuangkan dan dititipkan pada instansi tekhnis selaku eksekutor. Peran Dewan selanjutnya kontrol. Pokir bukan berarti Dewan yang kerjakan kegiatan itu.

Karena itu, wartawan harus baca banyak. Belajar terus menerus. Gali pengetahuan sebanyak banyaknya dari nara sumber yang dipercaya. Diskusi dengan pihak pihak berpengetahuan. Belajar menulis tertib. Menulis dengan kalimat aktif. Paham posisi kalimat majemuk. Kata sisipan dan serapan. Kedudukan kata diterangkan atau menerangkan. Tidak cukup hanya mengandalkan 5 W + 1 H, bro.

Prinsip menulis berita semua pihak pihak  terkait berita harus diberi hak jawab. Agar berita yang disajikan itu obyektif dan berimbang. Sebab  menulis harus jujur, karena fakta itu suci!”

Jika aspek ini diperhatikan secara baik,benar, dan telaten, maka dampak ikutan bagi wartawan,  jelas. Diakui sebagai jurnalis berkompeten dan berintegritas. Disegani karena produk berita  disajikan berdasarkan data-data akurat dan terpercaya.

Beruntung anggota Dewan, Siprianus Habur, punya bekal handal berorganisasi. Rahim PMKRI membekali pengetahuan yang cukup. Punya basic pemahaman jurnalistik. Punya disposisi batin  berimbang. Lebih dari itu dia paham dinamika jurnalis zaman now. Itu sebabnya saat klarifikasi, kader PBB ini hanya nyatakan keprihatinan. Tidak lebih. Hatinya masih  putih. Akalnya masih waras.

Meski demikian. Sekadar awasan teman teman senasib. Tulisan ini bukan menyudutkan. Apalagi mematikan proses penciptaan kata. Semata-mata sekadar awasan agar langkah langkah ke depan tidak terganjal. Yang menerima kritikan bakal jadi besar. Teruslah berkarya. Teruslah belajar. Yang membuktikan kita jurnalis sesungguhnya adalah karya.

Ingat…banyak  kasus penganiayaan atau pembunuhan  terhadap wartawan bermotif berita tidak  berimbang itu. Kata Senior Rofino Kant, saat liputan bersama. Selalu ingatan saya. Kanis, “ Undang-Undang No 99 Tahun 1999, bukan harga mati. Bagi obyek berita produk Undang-Undang itu bisa dipakai, bisa tidak.

Jadi waspadalah. Jika kita tetap merawat  produk berita asal hajar, cepat atau lambat kena batunya.  Waktu akan membuktikan itu.  Sebab tragedi  terjadi bukan karena kesempatan diciptakan pihak lain, tetapi  karena ruang itu dimungkinkan oleh diri kita sendiri. Jangan ah…! (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: