Oleh Kanis Lina Bana*
Mungkin terkesan, gugatan di atas terlalu berlebihan. Amat latah. Sembrono. Tidak tahu diri. Skeptisisme tanpa dasar. Tetapi sesungguhnya atensi bernunsa cemeti. Agar format pendidikan menghadirkan ruang pengembangan diri peserta belajar tepat benar. Mengingat perubahan kurikulum di republik ini jadi trend. Lagu lama yang selalu didengungnyanyikan ketika terjadi pergantian Menteri Pendidikan. Seolah-olah tidak berwibawa-kurang berkelas, jika pergantian menteri tidak diikuti perubahan kurikulumnya.
Terkini, Nadiem Makarim bikin kalang kabut para pengajar. Sebab belum jua ending kurikulum bikinan Anies Baswedan dengan K-13 yang ruwet dan membingungkan itu, kini Nadiem Makarim telurkan kurikulum baru lagi. Kurikum berbasis paradigma baru. Pendidikan holistik. Berkarakter. Merdeka belajar, tepatnya.
Unggulnya, kurikulum racikan Nadiem Makarim lebih berbasis potensi anak. Artinya tidak lagi sebatas tabularasa-nya Jonh Locke. Jika sebelumnya tabularasa lebih diarahkan guru yang menulis di atas kertas putih. Sekarang, kurikulum hasil kreasi Nadiem Makarim, kertas putih itu harus ditulis oleh dan dari diri siswa sendiri. Mau bagaimana bentuk dan hasilnya, peserta didik yang menentukan. Peran guru hanya mengarahkan. Menuntun. Atau sederhananya, guru bisa bikin terang apabila “coretan” anak-anak-kertas putih itu masih buram. Belum terang jelas.
Inilah kehebatan kurikulum desain Nadiem Makarim. Peserta didik tidak lagi disesaki mata pelajaran yang harus dihafal hingga mengigau di waktu tidur malam. Tidak dipusingkan dengan rumusan-rumusan membingungkan dan semakin bingung tanpa titik seraya membayang nanar sang guru pengajarnya.
Nadiem Makarim mengubah cara lama yang kurang mendewasakan pembelajaran anak itu. Nadiem mau menempatkan anak sebagai subyek dan pelaku pendidikan itu sendiri.
Gagasan Nadiem Makarim sekaligus mengafirmasi Socrates. Di sana kemerdekaan belajar anak benar-benar jadi skala utamanya. Agar anak didik berpikir cermat, kritis, dan mampu menginsaf ke kedalaman minat bakat yang dimiliki. Potensi dasar itu kemudian diolah, dieksplore, dan dielaborasi dalam pembelajarannya menuju pembentukan karakter dan kapasitas intelektualnya.
Jika demikian, mengapa ada gugatan di atas tadi? Sesungguhnya gugatan itu tidak dialamatkan kepada Nadiem Makarim- sang pencetus kuriklumnya. Tetapi implementasi kurikulum merdeka belajarnya. Titik tilik bidiknya, Manggarai Timur.
Tetapi, apakah sebait cuat di atas menjadi sebentuk sangsi terhadap penerapan kurikulum ala Nadiem Makarim di Manggarai Timur? Tidak, tentunya. Ini justru lebih semacam catatan ringan. Status yang bernuansa awasan, dukungan dan ujud terlibat dan melibat agar wajah pendidikan di Manggarai Timur jadi terang. Agar anak atau peserta didik tahu betul potensi dirinya. Sadar benar akan kapasitas diri. Minat-bakat yang perlu dikembangkan.
Tanda-Tanda Positif
Belakangan ini Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) Kabupaten Manggarai Timur gencar-gencarnya merumuskan formula kurikulum merdeka belajar itu. Formula itu bermula dengan penguataan kapasitas pimpinan sekolah, sekolah penggerak dan guru penggerak.
Dasarnya apabila para pengambil kebijakan memiliki persamaan persepsi, maka geliat implementasi merdeka belajar benar- benar tepat kena. Tidak sekadar memenuhi tuntutan. Bukan sekadar euforia berbalut narasi indah rupa dari langit. Tidak juga sebatas asal bapak senang. Atau sekadar menghabiskan anggaran.Tetapi benar-benar sesuai fokus tujuan dan targetnya.
Sejauh ini, kita tentu bangga. Jumlah sekolah penggerak di Manggarai Timur cukup banyak. Untuk semua jenjang pendidikan tercatat sedikitnya 46 sekolah menyandang status itu. Jumlah tersebut terus melejit mengingat beberapa sekolah sedang mengikuti seleksi. Memenuhi standar aturan agar bisa lolos sebagai sekolah penggerak.
Status yang disandang sekolah-sekolah penggerak itu mulai memperlihatkan speed lajunya. Ada tanda-tanda kemajuan sebagai bukti nyata implementasinya. Ada harapan mulai tergapai. Hal itu terukur ketika sharing dengar bersama yang berlangsung di Koperasi KMT beberapa waktu lalu. Kala itu wakil dari sekolah penggerak, kepala sekolah, guru penggerak, dan siswa-siswi melansir karsa karyanya. Ini menjadi sinyal kuat betapa seriusnya pemerintah daerah-Dinas PPO mengurus pendidikan di Manggarai Timur.
Capaian awal ini menjadi bagian dari kerja terukur Kadis PPO, Basilius Teto, Sekretaris Rofinus Hibur Hijau bersama trio energik, Vinsen Tala, Bruno Ismail, Gusti bersama timnya. Trio nekat PPO Matim selalu memberi rangsangan agar guru-guru berkreasi sesuai minat bakat siswa-siswinya. Kurikulum berbasis kebutuhan anak di masing-masing sekolah. Pendidikan holistik sesuai apa yang diminati dan dipunyai siswa-siswinya.
Sebab esensi pendidikan holistik berkarakter tidak berlatar rumusan teori berbelit-belit seperti usus anjing. Tetapi dari anak, oleh anak dan untuk anak. Di sanalah karakter siswa-siswi dapat terpola dengan sesungguhnya. Terbentuk sesuai kapasitas dasar yang dimiliki.
Hindari Masalahnya
Sekadar sebut di sini. Dari sekian banyak sekolah yang sedang berkreasi menuju kurikulum berbasis kebutuhan anak adalah SMPN 5 Borong dan SDK Paundoa. SMPN 5 Borong sedikit lebih gesit laju daya dongkrak. Sudah ada produknya. Bahkan produk SMPN V Borong menjadi alasan Menteri Pendidikan Republik Indonesia, Nadiem Makarim menambah jumlah dana bos untuk sekolah penggerak sebesar Rp 100.000.000. Lebih dari itu Kabupaten Manggarai Timur menjadi satu-satunya daerah yang berhasil menerapkan literasi sekolah.
Atas prestasi itu juga Bupati Manggarai Timur, Ande Agas, ketika mendengar langsung sharing warta sekolah penggerak di Koperasi KMT mensupport dana Rp 5.000.000 untuk SMPN V Borong dan tabungan pendidikan bagi tiga siswi masing-masing sebesar Rp 500.000 yang telah memberi testimoni. Proficiat Mekas Ande. Apresiasi terhadap kreasi siswa menjadi bagian tanggung jawab moral agar semakin berpacu menuju wajah cerah pendidikan kita di Manggarai Timur. Bukan banyaknya, tetapi mutunya. Non multa sed multum, kata orang Latin.
Sedangkan di SDK Paundoa sedang mendalami materinya. Pendalaman materi mengacu kebutuhan riil siswa-siswi sekolah dengan melibatkan tokoh adat, pemerintah desa, guru-guru, dan pelaku literasi. Kelak akan mendatangkan ahli dalam penerapan dan prakteknya.
Proses, konstruksi dan pendalaman materi berorientasi menghasilkan modul pembelajaran berbasis muatan lokal. Rancangan dan proses yang sedang berlangsung di SDK Paundoa itu, oleh staf ahli PPO Matim, Bapak Gusti dapat menjadi produk kurikulum berbasis program.
Kita berharap sekolah-sekolah di Manggarai Timur mulai berkreasi menerapkan pola merdeka belajar itu. Mulai melihat, mendengar, memverifikasi minat bakat siswa-siswi. Tidak perlu yang hebat dan waow. Cukup sesuai apa adanya yang dipunyai siswa siswinya.
Karena prinsip merdeka belajar dari siswa, oleh siswa dan untuk siswa sendiri. Jangan pula sebatas omong dan nanti. Atau masalahnya. Jika paham itu yang selalu melingkar isi kepala bapak dan ibu guru, maka merdeka belajar hanya sebatas utopia. Jangan ah!… (*)
Penulis jurnalis.Pegiat literasi. Tinggal di Borong-Manggarai Timur.
