google.com, pub-6484823448236339, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Mok..Duhai Kisahmu!

Mok..Duhai Kisahmu!

Oleh Kanis Lina Bana*

Tentang Mok, saya  ingat pengalaman kecil saat masih studi di Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret, Nita-Maumere. Khususnya  para frater Dioses Ruteng. Biasanya, setiap kesempatan perayaan ekaristi tematik, kami para frater  Dioses Ruteng latihan koor. Pengumuman  disampaikan setelah makan malam. Disertai catatan kecil. Jelas dan tegas. ” Jangan lupa bawa Mok!”

Beberapa frater, seraya bergegas  menuju ruang  latihan mulai  interpretasi tentang Mok. Macam-macamlah. Di antaranya, Mok berarti  melayani orang kecil. Media untuk minum air. Mok sebuah paroki di Dioses Ruteng.  Tak pelak gelak tawa bersahut. Ya..sekadar media bersenda gurau. Padahal,  yang dimaksudkan dengan Mok itu sebenarnya  wadah minum kopi. Dan biasanya setelah latihan bersama, minum kopi.

Satu dua hari belakangan ini ada berita tentang Mok. Salah satu wilayah di Desa Mbengan, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT. Diberitakan, beberapa tokoh adat dan masyarakat setempat mendatangi DPRD Manggarai Timur. Tujuannya sampaikan  aspirasi. Mereka keberatan jika  pembangunan rumah sakit afirmasi berlokasi di Mok harus dipindahkan ke Ranakolong. Belum lagi tanpa sosialisasi dari dinas terkait terhadap perpindahan lokasinya. Kebijakan sepihak tersebut, oleh warga Mbengan dinilai melukai hati masyarakat, dan menciderai perjuangan misionaris yang berkarya di Paroki Mok.

Sebab jejak kehadiran fasilitas itu berawal dari Balai Pengobatan (BP) yang diprakarasi misionaris. Menurut warga Mok, Desa Mbengan tidak rasional jika perpindahan lokasi hanya dengan alasan  Mok tidak layak.Hemat warga Mok, klaim itu  tidak mendasar.

Sementara pemerintah melalui dinas terkait  punya alasan. Bahwa  lokasi pembangunan fasilitas kesehatan itu dipindahkan ke Ranakolong, karena Mok tidak layak. Itu alasan mendasarnya. Alasan lain mungkin ada. Politik, misalnya, kita tidak tahu. Atau maneuver menuju 2024? Kita hanya sebatas menerka saja.

  • Pater Martinus Toke, SVD

Warga Desa Mbengan umumnya dan Paroki Mok khususnya masih menyimpan rapih lembar sejarah pengabdian Pater Martinus Toke, SVD. Jasanya begitu besar untuk umat Paroki Mok. Ethos pastoralnya tidak sebatas mimbar sabda, tetapi menggali lebih dalam segala butir kegelisan umat. Menyelam,  mencari  titik simpul dan akar persoalan. Setelahnya , Pater Martinus Toke, SVD, bersama tokoh masyarakat dan tokoh adat mencari solusi. Berjuang bersama. Mendekati instansi terakit. Mengajukan proposal.

Posisinya sebagai klerus-kaum tertabis  memudahkan pendekatan terhadap pihak-pihak berwenang. Meski perjuangan itu tidak serta merta dikabulkan, tetapi kemudian terjawab. Di antaranya  ketika Pater  Martinus berjuang terkait  penerangan listrik bagi umat Mok. Kebutuhan itu diperjuangkan mengingat listrik sudah masuk Desa Lembur. Desa tetangga. Dekat wilayah Mok.

Atas dasar itulah Pater Martinus Toke, SVD bersama tokoh masyarakat mengusulkan proposal kebutuhan penerangan listrik. Beberapa tahun kemudian, pada zaman Yoseph Tote-Bupati Manggarai Timur, pihak PLN Pusat mengabulkan permohonan warga Mok tersebut.

Terkabulnya permohonan tersebut disampaikan  melalui Kabag Pembangunan Manggarai Timur. Beruntung saja pemberitahuan  PLN Pusat melalui faks  disampaikan persis ketika salah seorang tokoh asal Mok ada di tempat.  Berhadapan dengan Bupati Yoseph Tote.

Hingga tiga kali pejabat berwewenang itu menyampaikan kepada Bupati Yoseph. Sementara tokoh masyarakat asal Mok itu terus mengamati gesthur dan reaksi Bupati Yoseph.  Mungkin saja Bupati Yoseph tahu jejak mula perjuangan. Sehingga dengan bijaknya menyampaikan,  soal listrik tanya saja ke tokoh asal Mok, seranya menatap ke arah tokoh dimaksud.

Saya bayangkan, jika tokoh asal Mok tersebut tidak ada di tempat, mungkin saja dialihkan ke lokasi lain. Terutama ke Lehong. Mengingat kantor-kantor pusat pelayanan masyarakat  saat itu belum ada listrik. PLN belum masuk. Masih mengandalkan generator.

Kisah kedua, tentang SMP Negeri  1 Kota Komba. Diakomodirnya usulan sekolah baru tersebut berdasarkan proposal yang diajukkan Pater Martinus Toke bersama tokoh masyarakat  dan umat  Paroki Mok.

Ironinya, ketika  permohonan tersebut dikabulkan, terjadilah diskusi panjang di Kupang, saat itu. Sementara nomenklatur keputusan pusat sudah jelas. SMP Negeri 1 Kota Komba berlokasi di Mok. Namun oleh Pemerintah Daerah  Manggarai  waktu-zaman Bupati Anthony Bagul Dagur mengalihkan lokasi ke Waelengga. Alasannya Waelengga sebagai pusat ibukota kecamatan belum ada SMP Negeri. Tidak elok jika SMP Negeri 1 berada di desa. Selain itu tentang lokasi tanah yang disinyalir tanah gereja.

Namun alasan tersebut dikonter tokoh masyarakat asal Mok. Pihaknya menjelaskan tentang jejak mula usulan SPM Negeri 1 itu. Termasuk tanah sudah siap. Tapi kemudian lantaran argumentasi Pemda Manggarai berikut kesanggupan daerah membiayai seluruh  operasional pembangunannya, maka pusat mengabulkannya. Mengapa demikian? Ya…selain kemampuan keuangan daerah,  ada unsur politik di baliknya.

  • Strategis

Kita kembali ke Mok. Selain jejak historis, sebagaimana disampaikan tokoh masyarakat asal Mbengan saat berdialog dengan DPRD Matim, lokasi rumah sakit afirmasi di Mok sangat strategis. Artinya kehadiran  rumah sakit afirmasi di Mok tersebut menjadi rujukan pasien  puskesmas terdekat. Misalnya pasien asal Lembur, Ketang dan sekitarnya.

Sementara Ranakolong masih bisa ke Walengga dan Mok sendiri. Asalkan pemerintah Desa Mbengan, tokoh adat dan tokoh masyarakat menyiapkan lokasi baru. Tidak harus bertumpuk di lokasi fasilitas  kesehatan yang sudah ada saat ini. Sebab jika bangun di lokasi yang sama, sangat boleh jadi fasilitas yang sudah ada tidak dimanfaatkan. Mubazir. Yang kemudian jadi rumah hantu.

Tetapi apabila warga Ranakolong sangat membutuhkan fasilitas kesehatan, pemerintah daerah wajib bangun menggunakan sumber dana APBD. Namun semuanya itu berpulang pada politicial will Pemerintah Daerah Manggarai Timur sendiri. Jangan karena unsur lain yang kemudian memicu friksi antara warga Mbengan dan Ranakolong. Jangan ah!

Penulis jurnalis, penulis buku. Tinggal di Borong

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: