Pandemi Covid 19 dan Dilema Pendidikan Anak

Gerlina Luweng dan Odilia Linam/Foto/ist

Oleh : Gerlina Luweng dan Odilia Linam*

Hampir tiga tahun terakhir, dunia dikepung pandemi Covid-19. Virus global itu datang serba cepat. Menghalau sani sini tak kenal ampun. Korban berjatuhan. Ribuan manusia terkapar mencium tanah sia-sia.

Bukan hanya manusia jadi korbannya. Hampir semua aspek kehidupan manusia mengalami perubahan mengkhawatirkan dan mencemaskan. . Perekonomian dunia, misalnya, semakin melemah. Hubungan sosial kian renggang. Interaksi dan kepedulian terhadap sesama jadi mampet. Perubahan sana sini secara drastis menjadi sesuatu yang sulit dihindarkan.

Demikian dalam dunia pendidikan. Sistim pendidikan semakin terombang ambing. Morat marit. Sejauh ini pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan meniadakan aktivitas belajar mengajar tatap muka di kelas. Proses pembelajaran berlangsung dari rumah dengan cara daring. Belajar mandiri.

Kebijakan ini, tentunya, berdampak pada perkembangan peserta didik. Sebab pembelajaran daring atau online melahirkan tantangan besar bagi para guru dan siswa. Sebab pembelajaran sistim ini, di satu sisi,   guru dituntut untuk mengelolah, mendesain media pembelajaran sedemikian rupa guna mencapai tujuan pembelajaran. Sekaligus mencegah dan mengantisipasi kebosanan siswa dalam pembelajarannya.

Di sisi lain, tidak sedikit siswa mengalami kesulitan belajar. Hal itu disebabkan mayoritas siswa tidak memiliki gadget. Belum mengetahui penggunaan teknologi. Kasus ini umumnya  terjadi pada siswa tingkat TK dan SD (Sekolah Dasar).

Selain itu, jaringan internet timbul tenggelam. Persoalan ini jadi  tantangan besar bagi siswa dan  orang tua siswa. Sebab orang tua dituntut mendampingi siswa dalam proses belajar online tersebut. Sementara  tidak sedikit orang tua gagal paham penggunaan teknologi. Realitas ini menghambat keaktifan anak dalam proses belajar.

Masalah lain yang tidak kala penting adalah minimnya inter akasi  fisik antara guru dengan siswa karena dalam pembelajaran online siswa hanya diberikan tugas  via whatsapp. Kebanyakan siswa kesulitan mengerjakan tugas akibat pekerjaan yang diberikan itu tanpa penjelasan  awal. Peserta didik hanya dituntut mengerjakan soal. Kondisi ini membuat siswa bingung, mengeluh, dan tidak bersemangat dalam mengerjakan tugas itu.

Apalagi tugas yang diberikan guru terlalu banyak, sementara durasi waktu untuk mengerjakan soal sangat singkat. Bagaimana anak bisa belajar dengan baik dalam kondisi yang seperti ini.

Minimnya inter aksi langsung antara guru dan siswa, berdampak pada berkurangnya internalisasi nilai nilai karakter yang seharusnya ditanamkan seorang guru kepada siswa. Hal ini akan mengakibatkan degradasi moral pada peserta didik. Padahal tugas seorang guru bukan hanya mengajar, mentrasverkan ilmu pengetahuan, tetapi seorang guru juga dituntut untuk mendidik karakter siswa.

Namun, persoalan ini bukanlah hambatan mematahkan semagat guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Pandemi Covid-19 bukan alasan merosotnya semangat siswa dalam belajar. Sebaliknya tetap bergairah dalam belajar meski medianya sudah bergeser dan perjumpaan guru dengan siswa terbatas.

 Pandemi Covid-19 adalah bencana global. Mengepung semua derap langkah manusia. Menguras energi dan meremukkan semua  dimensi kehidupan manusia. Di atas semua itu  kita harus mampu mengambil hikmah. Bahwa  pandemi Covid 19 sebagai ujian untuk kita semua, apakah kita mampu atau tidak mencerdaskan kehidupan bangsa meski dalam kondisi seperti ini. Semoga goresan sederhana ini bermanfaat. Amin. (*)

Penulis Mahasiswa Tingkat 1 Prodi PGSD Unika St Paulus Ruteng

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d