Pemkab Matim Ragukan Predikat Prevalensi Stunting Tertinggi di NTT

Keterangan Foto. Beri Keterangan Pers/Sekda Matim, Boni Hasudungan bersama Prokopim Manggarai Timur sedang memberi keterangan pers. Foto. Yulius Nardin/Denore.id

BORONG, DENORE.ID– Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur meragukan hasil survey yang menempatkan wilayah Matim sebagai prevalensi stunting tertinggi keempat di NTT. Sebab  angka 42.9 %   yang dilansir Studi Status Gizi Indonesia ( SSGI) seolah-olah menempatkan pemerintah setempat tidak serius menangani masalah stunting. Padahal hasil Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat secara online  di Matim sudah menurun 12 %.

“Perbedaan setiap sumber data memiliki fungsi dan kegunaan masing-masing. Prevalensi stunting 42,9 % untuk Manggarai Timur merupakan data SSGI untuk kepentingan monitoring dan evaluasi intervensi gizi. Sedangkan prevalensi stunting 12% menurun versi -PPGBM digunakan untuk monitoring pertumbuhan balita setiap bulannya. Karena sifatnya yang real time,data e-PPGBM juga digunakan sebagai dasar dalam perencanaan dan penetapan sasaran program,” jelas Sekretaris Daerah selaku Ketua Pokja Stunting Kabupaten Manggarai Timur, Ir. Boni Hasudungan,  dalam jumpa pers bersama awak media  Rabu, (09/03/2022).

Menurutnya, angka 42.9 % yang menampatkan Matim pada posisi empat  di NTT seolah-olah membuktikan pemerintah setempat tidak serius menangani masalah stunting. Padahal berbagai upaya pengendalian sudah dilakukan secara serius. Hal itu dibuktikan hasil Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (PPGBM) secara online sudah menurun 12 %.

Dikatakan, Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) merupakan survei berskala nasional untuk mengetahui perkembangan status gizi balita (stunting, wasting, dan underweight) secara nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Survey ini dilakukan secara periodik setahun sekali dengan menggunakan tenaga enumerator terlatih pada 514 kabupaten/kota se-Indonesia dengan jumlah balita sebanyak 153.228.

“Pada November 2021 SSGI lakukan pengukuran balita di 22 desa di Kabupaten Manggarai Timur dengan sampel 10 balita per desa. Data e– PPGBM berasal dari  hasil input petugas gizi puskesmas sesuai hasil timbang di posyandu setiap bulannya. Berdasarkan data e–PPGBM untuk tahun 2021, prevalensi stunting Kabupaten Manggarai Timur sebesar 12 %,” katanya.

Menurut Boni, upaya penanganan stunting dilaksanakan secara Nasional, termasuk di Provinsi NTT dan di Kabupaten Manggarai Timur melalui konvergensi stunting. Konvergensi percepatan pencegahan stunting adalah intervensi yang dilakukan secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sama dengan kelompok sasaran prioritas yang tinggal di desa untuk mendorong penurunan prevalensi stunting.

Lebih lanjut Boni, menjelaskan tahun 2020 Matim menduduki peringkat 19 konvergensi stunting dengan prevelensi 16.5% dan pada tahun 2021 berhasil mendapat peringkat 2 untuk aksi konvergensi dengan prevalensi stunting 12%. Capaian ini membuat Kabupaten Manggarai Timur berada di posisi 4 setelah Ngada 11,7%, Nagekeo 9,2% dan Sumba Tengah 8,1% untuk Konvergensi Stunting di Provinsi NTT. Komitmen Provinsi NTT tertuang dalam komitmen bersama antara Gubenur NTT dan Bupati/Walikota se NTT untuk menurunkan stunting sebesar 10 % di tahun 2022.

“Menindaklanjuti hal tersebut Bupati Manggarai Timur mengeluarkan Surat Edaran No: Ekbang.050.13/1185/XII/2021 tanggal 28 Desember 2021 tentang penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2022 untuk mendukung penurunan stunting dan penurunan Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten Manggarai Timur,” tandas Boni.

Dalam surat edaran tersebut , Bupati Manggarai Timur mengimbau  seluruj Kepala Desa  untuk terlibat aktif  dalam penanganan stunting. Caranya alokasikan anggaran untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa susu dan telur bagi ibu hamil dan bayi di bawah dua tahun. (Yulius Nardin/Denore.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!