Politik Uang: Taktik Licik Politisi Jelang Pemilu

Heribertus Kamang Kader Pengawas Partisipatif

Oleh: Heribertus Kamang
Kader Pengawas Partisipati

Musim politik seperti saat ini, praktik politik yang mencederai konstitusi selalu muncul di permukaan. Bagaimana tidak, konsep masyarakat wajib Pilih dan peserta Pemilu sudah tidak pada jalurnya. Salah satu penyebabnya ketika surat suara menjadi barang dagangan di pasar bebas. Hal ini tentunya mencederai demokrasi dan termasuk pada lingkup korupsi. Meraih jabatan tertentu dengan cara yang tidak wajar adalah tindakan tak terpuji.

Politik Uang

Politik uang atau money politic adalah suatu upaya mempengaruhi perilaku masyarakat/pemilih menggunakan imbalan materi baik milik pribadi maupun partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters) dengan konsepsi bahwa materi tersebut dapat mengubah keputusan dan dijadikan sebagai wadah penggerak perubahan. Politik uang merupakan salah satu bentuk suap atau uang sogok (Ismawan, Indra. 1999).

Politik uang adalah pertukaran uang dengan posisi, kebijakan atau keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan rakyat tetapi sesungguhnya demi kepentingan pribadi, kelompok atau partai. Jadi Politik uang merupakan jembatan untuk menutupi kebobrokan politisi demi kursi dan posisi. Politik uang juga tidak serta merta membagikan uang cash, melainkan berupa materil lainnya seperti sembako, pelunasan utang dengan sarat memilih calon tertentu dan lain-lain. Strategi itu digunakan untuk mempengaruhi suara pemilu yang diselenggarakan. Jadi, politik uang merupakan upaya memperdaya orang lain, dengan menggunakan imbalan materi pada proses politik dan kekuasaan.

Politik uang tentu menjadi momok yang menakutkan bagi politisi yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, namun politik uang merupakan jalan pintas bagi politisi yang haus akan jabatan. Selain, karena tidak sejalan dengan prinsip dan nilai-nilai demokrasi, juga karena menguatnya suara publik menentang politik kotor (uang).

Jenis-jenis Politik Uang

Politik uang tidak serta merta adalah pembagian uang, namun banyak model lain yang sering kita temui. Pertama, Pembelian Suara. Politik uang model seperti ini adalah yang sering kita temui disekitar kita. Transaksi seperti ini biasanya dilakukan dengan sebutan “serangan fajar” ataupun jauh hari sebelumnya. Sasaran dari pembelian suara ini adalah kepada individu atau keluarga yang memiliki hak pilih saat Pemilu atau Pilkada.

Kedua, Penghapusan Bunga Pinjaman. Penghapusan bunga pinjaman ini dilakukan oleh politisi dengan latar belakang pengusaha yang tentunya memiliki modal yang cukup. Metode ini dilakukan dengan cara memberi pinjaman kepada masyarakat dengan bunga yang tinggi, kemudian pada saat menjelang pemilihan pemilik modal (Politisi) akan memberi kebijakan dengan menghapus bunga dengan syarat memilih calon tertentu saat Pemilu. Cara ini sudah menjadi tren di kalangan politisi saat ini.

Ketiga, Barang Kelompok. Politik model seperti ini lebih cendrung kepada kelompok atau komunitas tertentu. Pada metode ini para calon biasanya melakukan kunjungan ke komunitas-komunitas disertai dengan barang atau keuntungan lainnya yang dibutuhkan komunitas tersebut. Misalnya perlengkapan ibadah, peralatan olahraga, peralatan pertanian, sound sistem dan lain-lain yang sejenis

Bentuk politik uang seperti diatas merupakan bentuk politik kotor yang sering kita temui disekitar kita, yang mungkin saja masyarakat belum sadar. Pembangunan di penghujung masa jabatan, sumbangan kepada kelompok sosial oleh para Caleg, turnamen atau kegiatan sosial yang diadakan oleh calon atau partai tertentu dan banyak hal lainnya adalah “kebaikan dalam rangka”. Segala pembangunan, sumbangan dan bentuk lain yang di embankan kepada masyarakat pada musim politik seperti ini adalah donasi politik dan bukan donasi dari hati ataupun simpati yang berujung sakit hati dan anti politik sampai mati. Harapannya adalah tidak demikian, masyarakat harus sadar dan paham mana yang berupa politis dan juga yang tulus. Bentuk politik demikian merupakan wabah bagi roh demokrasi Indonesia.

Penyebab politik Uang

Sedikit penulis merilis faktor penyebab politik uang: pertama, Rakus, Politisi melakukan sagala cara untuk memenangkan Pemilu. Kedua Kemiskinan, faktor ini merupakan situasi dimana masyarakat kekurangan kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Kondisi inilah yang menekan psikologi masyarakat untuk menerima uang dari para calon. Tragisnya lagi, masyarakat menerima angka tertinggi dari para pembeli suara. Walaupun sadar bahwa tindakan itu melanggar hukum, tekanan ekonomi yang menutup nurani mereka. Ketiga, minimnya pendidikan politik. Pendidikan politik harusnya ditanam sejak dini. Dengan adanya pendidikan politik yang sistematis maka politik kotor akan berkurang. Keempat, kecewa. Timbulnya perasaan kecewa dari masyarakat akar rumput terhadap politik adalah ketika para pemenang lupa dan ingkar janji politiknya. Ada yang datang seperti hamba dan pulang seperti Raja.Hal ini juga yang merubah paradigma poltik masyarakat.

Realita itulah yang membuat ruang transaksi politik di pemilu 2024 terbuka dengan lebar. Warga yang kesulitan mendapat penghasilan bisa saja tergiur dengan cara-cara atau janji politik. Memilih calon kepala daerah atau Caleg berdasarkan imbalan uang. Bukan lagi memilih berdasarkan rekam jejak dan hati nurani. Jika kebobrokan ini terus kita bungkus dan pelihara maka kita hanya memilih orang buruk yang akan kembali berkuasa. Padahal salah satu tujuan Pemilu adalah untuk mencegah orang buruk berkuasa

Politik Uang adalah Politisi Curang?

Kejayaan, kekuasaan dan jabatan adalah impian setiap orang. Hal itu adalah suatu yang normal dan manusiawi. Secara historis, manfaat uang dalam menutupi kekurangan dan memperlancar urusan serta meraih jabatan adalah sudah terjadi pada masa kolonial atau penjajahan.

Misalnya para penjajah menyuap pribumi demi mendapatkan sesuatu dan begitu juga sebaliknya masyarakat pribumi menyuap penjajah untuk kepentingan jabatan dan tahta. Praktik buruk seperti ini yang terus dibawa hingga sampai di panggung politik. Cara- cara seperti ini adalah ciri personal yang tidak percaya diri, haus, rakus akan kekuasaan dan jabatan. Selain rakus hal ini juga melukai para founding father dan demokrasi yang sudah dibangun berdarah-darah. Memang tidak semua politisi menduduki jabatan dengan cara demikian, namun tak sedikit politisi menggunakan cara itu demi kekuasaan.

Seyogyanya dalam mencapai suatu Jabatan (DPR, DPD, Bupati sampai Presiden) itu ada prosedur dan tata caranya tersendiri. Semuanya sudah diatur dalam Undang-Undang. Menggunakan jalan pintas dalam memproleh jabatan adalah manipulasi kemampuan kognitif, sifat empati menggunakan alat berupa uang. Polemik ini juga pertanda bahwa pribadi tersebut kurang percaya diri. Tidak bisa bersaing ide dan gagasan, rekam jejaknya tumpul serta tidak bisa menjadi penyambung lida rakyat. Keterbatasan inilah yang membuat seseorang menggunakan jalan pintas untuk meraih kekuasaan.
Praktik politik demikian yang akan mempengaruhi mental masyarakat dalam pandangan mengenai pemilu. Kemudian melahirkan pandangan baru bahwa pemilu merupakan moment transaksi suara.

Akhir kata, penulis menaruh harapan kepada kita semua untuk menjaga dan terhindar dari segala manipulasi, kekacauan dan keresahan publik terkait bahaya politik uang. Keinginan penulis dan kita semua adalah Pemilu 2024 akan maju selangkah dari sebelumnya. Artinya pemilu 2024 kita menuju politik berintegritas. Kita hentikan praktik politik uang dan kegiatan negatif lainnya yang merusak konstitusi. Jadikanlah praktik kotor ini sebagai musu bersama. Bergandeng tangan mengawasi tahapan pemilu adalah tindakan sederhana kita dalam melindungi demokrasi. Pencegahan bersama ini juga adalah bentuk kontribusi kita kepada bangsa dan tanah air. Tugas kita selanjutnya adalah memastikan pribadi, keluarga, sahabat,pasangan serta tetangga kita tidak terjebak dalam ruang kotor ini sehingga Pemilu 2024 melahirkan wajah baru dengan kemampuan yang sudah teruji.

Tugas kita sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi demokrasi adalah memastikan bahwa pemilih 2024 bebas dan bersih dari praktik politik uang dan jenis kecurangan lainya. Jika ditemukan dalam aktivitas politik di akar rumput, kita bertanggung jawab mengumpulkan bukti lalu melapor kepada pihak berwajib, Bawaslu misalnya. Hal ini, merupakan mata pisau dalam memutuskan ruang gerak para mafia politik bergerilya di musim politik. Kita menutup rapat kanalnya. Menjadi generasi yang optimis adalah benteng terakhir kita dalam melawan wabah yang sedang mengepung demokrasi kita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: