Puisi, “Makhluk Liar Berbisa!”  (2)

Foro Bersama/Duta Baca Indonesia, Gol A Gong foto bersama guru dan sejumlah tokoh adat Rongga di Paundoa, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba. Foto/Iren Saat/Denore.id

Catatan Redaksi. Terhitung sejak 13 Maret sampai 15 Maret 2022, Duta Baca Indonesia, Gol A Gong berada di Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur. Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Manggarai Timur memfasilitasi kelancaran kegiatan rombongan selama berada di Borong. Di bawah tagline Membaca itu Sehat, Menulis itu Hebat, ziarah Duta Baca  Indonesia selama di  Borong Manggarai Timur memberi  energi baru. Seperti apa pernak-pernik jenaka jelajahnya, apa saja motivasi digagas Gol A Gong, ikuti ulasan Denore.id

                                                               ***

Hari kedua, Senin (14/3/2022). Matahari sudah meninggalkan alam persembunyiannya. Menampakkan wajah. Jilatan lidah panas mulai  terasa. Padahal pancaran sinarnya masih mudah. Belum mendekat puncak panas.

Itulah kondisi alam di Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT. Hujan panas silih berganti. Seperti arisan ibu ibu pedagang ikan. Saat panas, semburan matahari menampar pori pori tubuh. Tanpa ampun. Menggigit. Belum lagi jika lingkaran batok kepalanya sudah gudul dan licin. “Elusan” lidah panas matahari terasa nyut-nyut dan perih.

Hari itu, Duta Baca Republik Indonesia, Gol A Gong, secara khusus memantik latihan menulis. Khususnya puisi dan cerpen. Utusan beberapa sekolah seputaran Kota Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur sudah padati Aula IKM-tempat kegiatan berlangsung. Ruangan yang ditata apik Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Manggarai Timur penuh dengan siswa-siswi. Mereka menempati kursi kursi yang telah disiapkan.

Yang  ikut latihan berkelas itu, tentunya, hanya empunya siswa-siswi pilihan sekolahnya. Siswa-siswi yang punya kemampuan dasar di bidang tulis menulis. Pegiat literasi sekolah. Seperti peserta literasi bimbingan penulis. Mereka yang selama ini tekun ikut latihan, menyelesaikan tulisan pada waktunya dan karya mereka diturunkan majalah sekolah yang dipercayakan ikut latihan bimbingan menulis arahan Duta Baca Republik Indonesia.

Demikian peserta lainnya. Sekurang-kurangnya sudah biasa menulis untuk majalah dinding. Mereka yang punya isi kepala. Mereka yang punya kerendahan hati dan bersedia mengisi kisi-kisi dunia menulis itu.

Promosi Literasi/Salah seorang tim kerja Rumah Dunia kreasi Duta Baca Indonesia, Gol A Gong sedang promosi literasi bersama guru guru dan siswa SDK Paundoa. Foto/Iren Saat/Denore.id

Namun pengetahuan mereka tentang teknis menulis puisi dan cerpen rata rata sama sama masih standar. Masih mengandalkan kapasitas diri ala kadarnya. Sehingga menulis puisi masih jauh dari esensinya.

Tak heran ketika proses latihan, para peserta menulis puisi dengan kadar gizi terbatas. Meski diurutkan dengan pola puisi. Tetapi alur diksi dan susunan kalimatnya belum masuk kategori puisi. Jika dirangkai susunan puisinya justru  membentuk satu paragraf. Pokok pikiran yang menjelaskan kepala-judulya.

Harus diakui, tulisan yang dihasilkan saat awal latihan itu belum masuk gendre puisi. Masih terbalut kekurangan sana-sini. Pilihan diksi belum tepat. Makna pesan belum terwakilkan dalam rangkaian kalimatnya. Tetapi yang membanggakan para peserta bisa mengekpresikannya. Bisa ucapkan di hadapan  Gol A Gong untuk mendapat masukan.

Apakah ini salah? Tentu tidak. Justru mereka bisa menyatakan dalam keterbatasannya. Bahwa kekurangan dan lilitan diksi yang masih morat marit bukan kesalahan peserta. Atau sekadar merajut kata dan kalimat saja. Sejujurnya mereka-para peserta latihan belum diarahkan. Belum mendapat mentor menulis yang tepat. Sejauh ini guru dengan segala kesibukannya memberi pengetahuan menulis sebatas waktu tertentu dengan durasi pendek.

Padahal siswa-siswi  butuh sentuhan tekhnisnya. Jabaran kiatnya.  Metode  sajian dan kontur  narasinya. Bagaimana gaya metafora dan simbolisasi pesan dibungkus dengan elok pada setiap katanya. Karena  puisi kaya akan pesan. Multi makna. Setiap diksi tidak  bisa tunggal. Jalinan puisi ibarat makhluk liar berbisa. Bisa pula  jinak, tetapi untuk menjinakannya  butuh ketajaman budi dan kepekaan batin membaca hikmah di baliknya.

Puisi punya karakter. Punya standar yang harus diperhatikan secara cermat, teliti, telaten, dan akurat. Ketika mulai menulis bait-bait puisi harus pandai menjahit kata dalam kemasan renyah menggoda. Kata kata pilihan. Diksi berlumur. Karena itu menghasilkan puisi butuh keheningan dan kontemplatif. Suasana batin yang damai agar aliran produk kata meliuk liar dengan eloknya.

Duta Baca Republik Indonesia, Gol A Gong, pelan-pelan penuh sabar mengantar para peserta mulai menulis. Berawal dua baris hingga satu bait. Pelan pelan saja. Penuh  pengertian menggarap agar yang tersembunyi bisa disingkap nyata. Agar kemampuan menemukan dan menciptakan diksi benar benar memuisikan puisi sesungguhnya.

Menghantar secara pelan dan pasti bagaimana menenun kalimat puisi, menjadi bahtera awal menuju sukses. Pahatan pengalaman penuh energi. Ruang hari penuh arti. Jedah waktu penuh spirit.

Karena itu, berbahagilah para peserta utusan sekolahnya. Sebab tidak semua siswa-siswi bisa  mendapat peluang emas itu. Tidak semua siswa mendapat pengetahuan gratis tentang teknik teknik menulis puisi itu. Maka tidak heran peserta tekun mengikuti arahan Gol A Gong. Apalagi sajian Gol A Gong  tidak berbelit-belit. Lurus, jelas tepat kena.

Itulah hebatnya penulis berkelas Nasional dan Internasional. Penulis yang telah menjadikan menulis sebagai caranya berada. Bentuk akselerasi kehidupan sesungguhnya ada dalam tarian kata dan jalinan kalimat yang bergelombang, memikat, menggoda, mendayu tapi meliuk sapa dalam pesan maknanya.

Berpantun Al Rongga/Dua orang siswa-siswi SDK paundoa sedang membawa pantun ala Rongga saat kunjungan Duta Baca Indonesia, Gol A Gong. Foto/Iren Saat/Denore.id

“Puisi adalah kata hati. Ekspresi kedalaman budi seseorang. Kata yang terjahit menjadi bahasa cipta memaknai gelora kedalaman jiwanya,” ujar Gol A Gong, penuh semangat.

Meski ruang waktu latihan menulis hanya sejengkal, tetapi semuanya jadi pengalaman beradab. Pengalaman mengisi ruang tengkorak otak kepala  yang masih kering.

Tetesan embun ilmu puisi bikinan Gol A Gong, adalah siraman “pupuk baru” agar peserta bisa berpuisi dengan baik. Peserta bisa melahirkan diksi yang ringkih jenaka dan liar berminyak sehingga  puisi jadi bahasa hati yang sanggup mengungkap yang sulit terungkap.

Latihan barlangsung santai tapi sukses. Serius tapi tidak mengerutkan dahi. Semua berlangsung berirama. Rimanya jelas. Bandul pengatur yang memiliki alat ukurnya. Tak heran beberapa  peserta berhasil merangkai puisi memenuhi standar sehingga berhak mendapat hadiah buku dari Gol A Gong.

Selama latihan berlangsung, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Manggarai Timur, Tino Nanga,  setia mendampingi Gol A Gong. Dipandu MC, Jenny Wajong, bernalar tajam, letupan kata berisi membuat  suasana jadi longgar. Cair tak berjarak.

Suasananya kaya imun. Lenturan irama dan modulasi yang dimainkan Gol A Gong mengelus kedalaman hati para peserta. Sehingga selama proses latihan menulis berlangsung gizi otak kepala benar-benar terisi menu baru bergizi tinggi sehingga kelak mampu berkreasi mencipta kata. Menghasilkan puisi bermutu. Nyanyian hati. Syair-syair jiwa bermazmur.

Selama latihan berlangsung,Duta Baca Republik Indonesia, Gol A Gong, dengan entengnya mengalirkan serat-serat gizi berpuisi. Menghunjukkan aliran semangat berkedalaman pada sudut-sudut jiwa. Karena padanya acian kata kaya metafora mengalir syahdu. Dan setiap kata yang ditemukan dinarasikan dengan enteng. Paduan diksi yang menggigit rasa. Menukik pualam kesadaran.

Puisi punya bentuk. Punya format dalam kebebasannya. Dia tidak mengikat pada kalimat apakah sesuai subyek, predikat, obyek, dan keterangan atau tidak. Tetapi dalam kemerdekaanya puisi tetaplah sajian dan proses kreatif yang selalu kaya  pesan. Detak dasyat katanya selalu menghentakkan pembaca. Semakin kaya metafora dan penamaannya, semakin bernas pesan yang ditularkan sebuah naskah puisi itu. Maka berpuisilah untuk hidup yang menghidupkan. (Kanis Lina Bana/bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!