Oleh : Kanis Lina Bana
Sipri Habur kontra Heremias Dupa. Judul yang nakal dan liar. Tetapi memang demikianlah yang sedang terjadi. Merangsang untuk dijinakkan keliarannya.
Siapa pandai meniti buih, dia boleh memanen. Tetapi kancah politik, sulit ditebak. Hitam atau putih bukan “genusnya”. Selalu abu abu. Tanpa jenis kelamin. Samar, senyap berisi. Ujungnya jelas, kepentingan.
Kepentingan? Ya.. itu godaannya. Jika bukan itu, lalu mau apa! He..he…Yang jelasnya, untuk masyarakat Manggarai Timur. Agar pelayanan berjalan semestinya. Biar tak ada yang longgar. Kalau jabatan? Itu sementara. Tetapi esensi utamanya melancarkan pelayanan masyarakat Manggarai Timur sesuai agenda kerja. Itu misi suci yang diusung. Jika ada kepentingan lain, itu garansi dari hukum sebab-akibat dalam dunia politik.
Sipri Habur kontra Heremias Dupa. Dua aktor politik yang sedang berkompetisi menuju kursi Wakil Bupati Manggarai Timur. Kursi yang sedang diperebutkan itu “mewangi”. Dingin-dingin empuk. Kadang goyang galau, panas, tergantung cara menempati posisi duduk dan manfaatnya. Sekadar gengsi-gengsian? Ban serep? Tak ada yang bisa menjawab. Semuanya menggeleng,” imbuh Ebit G Ade dalam puisi yang dinyanyikannya itu.
Sipri Habur kontra Heremias Dupa, dua sosok ini pernah bersama untuk urusan pilkada. Melebur dalam pukat koalisi. Meski yang satunya berjaket biru langit- berlogo matahari dan satunya berjaket hijau berlogo bulan bintang. Matahari, Bulan, dan Bintang bertengger di “langit-langit” langit mendarat bersama dalam belanga pilkada.
Lalu saat ini, keduanya harus “berseteru?” Ini urusan politik bro.. Siapa kuat dia menang. Kuat dalam hal apa? Mau tahu sekali atau sekadar tahu? Tentunya, Sipri Habur dan Heremias Dupa sudah saling tahu. Siapa nyalib siapa, itu urusan skenario dan grafis mainannya. Dan saya yakin pada putihnya jiwa skenario sudah disusun ketika layar pentas ditancapkan. Grafis peran sudah di setting ketika dinamika politik semakin menjurus ke titik penentuan. Bukan kemarin atau hari ini, tetapi sejak awal hari kepergian mendiang, Drs. Stefanus Jaghur, tentunya.
Kepulangan Stef Jaghur bukan harapan, tetapi kehendak Sang Ilahi sendiri. Pemilik hidup yang telah menentukan. Dialah yang menginginkannya. Persis di tingkat tanggung jawab menuntut lebih dari Stef Jaghur, Tuhan justeru memanggilnya. Itulah misteri Sang Ilahi.
Meski kepergiannya itu adalah kehilangan dan duka. Tetapi juga mau tidak mau melahirkan jagat politik di tataran koalisi partai dan anggota DPRD Manggarai Timur renik bukan kepalang. Menarik dan bikin gelisah alias geli-geli basah. Bikin jakun turun naik. Emosi meluap harap.
Ya…di bilik rindu yang serba terlalu ada harap yang kian menantang. Bukan siapa mendapatkan apa, tetapi bagaimana di tikungan halus menantang, harus punya sikap ini, “berani mengambil sikap tidak takut resiko”. Ini dogma politik. Kredo yang selalu diamini ketika berenang di lautan politik penuh arus gelombangnya.
Sipri Habur kontra Heremias Dupa, bukanlah wajah baru dalam telaga politik. Cebur dan berenang di arena itu sudah lagu lama. Sudah cukup umur durasi pentas memainkan rima politik. Sudah punya strateginya. Sehingga, capaian yang telah lewat ini bertindih tepat. Bedanya,Yeremias Dupa, pimpinan, Sipri Habur anggota. Tetapi struktur bukan urusan penting dan menentukan bersuara untuk kepentingan rakyat. Tetapi, semangat, nyali, komitmen, dan keberbihakkan.
Sebab lembaga Dewan bukan kumpulan orang orang lapar yang mengharapkan jatah lebih banyak. Bukan pula jabatan yang mendamba sapaan bersahaja dari rakyat. Mereka orang pilihan dan utusan untuk bersuara mengurus orang banyak. Jika harapan itu jauh panggang dari api, itu kesalahan rakyat yang gegabah meletakan asanya. Terlanjur terbawa oleh harapan yang masih samar. Jangan ulangi lagi kesalahan yang sama saudaraku sesama rakyat.
Karena itu, sebentar lagi giliran akan tiba. Cepat atau lambat. Mendarat pas di pelupuk mata dan teras akal. Kita mainkan agar harapan terpanggang tak jua datang, “kesalahan” yang memenjara selama dia menjabat, yang membuat kita terlanjur larut, hingga terhanyut arus menuju alamat palsu tak terulang lagi. Catat namanya, pasang wajah berwibawa ketika dia datang. Lalu dengan suara lantang kita katakan, “kali ini tiada maaf bagi Anda!” Pulanglah upahmu setimpal. Sebab taburan harapmu sekadar dapat jabatan.
Sirpi Habur kontra Heremias Dupa. Dua sosok yang punya power yang sama. Sedikit lebih bergengsi karena, Heremias Dupa, Ketua DPRD Manggarai Timur. Levelnya sejajar bupati. Mengapa harus rebut wakil bupati? Bukankah itu turun kelas? Sekali lagi, meminjam Ebiet G Ade, “tanyakan saja pada rumput yang bergoyang!”.
Tetapi Sipri Habur putera Poco Ranaka ini ada lebihnya. Sudah tiga periode menduduki jabatan wakil rakyat. Dari partai berbeda pula. Tidak enteng meraih ini. Sipri Habur punya prestise tersendiri. Karena itu, ketika dua putra terbaik ini saling beradu untuk satu kursi yang lowong adalah kehendak tulus dan niat suci untuk tanah Manggarai Timur. Lewat ‘kursi’ itu bisa lebih leluasa melancarkan segala urusan kepentingan rakyat.
Kursi Wakil Bupati Manggarai Timur ini, lagi menunggu manja memelas dan untuk mendudukinya bukan perkara muda. Ada sejumlah rintangan yang mesti dilewati. Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Karena itu keduanya harus tinggalkan jabatan yang sudah bikin enak badan dan nyenyak tidur malam. Di teras inilah Sipri Habur dan Heremias Dupa menunjukkan karakter dan spiritualitas kesejatian pemimpin.
Sebab seorang pemimpin cerdas, arif, bijak dan siap mengabdi untuk rakyat adalah mereka yang berani mengambil keputusan di saat genting sekalipun. Tidak takut resiko meski harus kehilangan sandaran yang membuat nyaman keluarga. Ciri ini keduanya punya sekaligus mengharuskan keduanya berkompetisi, beradu nyali politik dan kekuatan unsur x dan y.
Kalau kita atret sejenak, sekadar melihat jejak keduanya, sama sama lahir dari rahim PMKRI. Pada wadah inilah keduanya berselancar dalam merawat akal dan harapan. Ditempah, ditampuh dibentuk dan ‘diplamir’ akal cerdasnya. Itu sebabnya berada di lembaga DPRD Manggarai Timur, setidaknya output yang terlihat dari rahim pembinaan yang keduanya telah alami.
Sipri Habur kontra Heremias Dupa. Tentunya, ada hitung-hitungan politik yang mengharuskan bersaing menuju kursi Wakil Bupati Manggarai Timur. Kalkulasinya seperti bermain catur. Sebab anggota Dewanlah yang akan memilih. Nah.. di sinilah tegangannya.Siapa memilih siapa, siapa mau makan siapa menjadi pertarungan maha hebat.
Apalagi bermain dalam politik yang notabene ada bersama dan untuk tujuan yang sama, kursi Wakil Bupati Manggarai Timur. Toh teman makan teman sudah lagu lama. Curiga jalan terus.
Doa saja tidak cukup. Hak suara pasti, campur tangan biasa. Tetapi di titik tertentu “buah tangan” akan melancarkan segala urusan hak suara dan tanda tangan di bilik suara. He..he….
Hanya saja maaf… buah tangan dimaksudkan dalam refleksi singkat ini, jangan salah tafsir pembaca budiman. Yang dimaksudkan, lebih kepada kemampuan, ketangkasan, kecerdikan, kepandaian berpolitik. Bagaimana bermain peran agar hak suara wakil rakyat itu tetap bermartabat.
Tetapi di atas semuanya itu jika DIA telah menghendaki, tak ada yang menghambat. Karena itu bertarunglah secara wajar sebagaimana amanahnya agar kursi yang bakal ditempati itu tidak panas hingga terbakar.
Ingat setiap perbuatan tidak jujur akan terbakar mati. Tuhan berkatilah dua saudaraku ini. Calon pimpinan wilayah ini. Semoga! (*)
