SMPN 18 Borong, Berdaya di Atas Keterbatasan

Kalung Medali. Kepala Sekolah SMPN18 Borong, Astika Fridivianty, S.Pd, menyerahkan kalung dan buku hasil pembelajaran. Foto/Kanis Lina Bana/Denore.id

BORONG, DENORE.ID—Miris berlumur luka. Mungkin itulah narasi pas ketika telapak kaki kita mendarat di teras halaman SMPN 18 Borong di Tanggo, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT. Betapa tidak. Gedung sekolahnya jauh dari kelayakkan. Sangat darurat. Berdinding pelupu. Lantai tanah. Kursi meja alakadarnya. Kantor sekolah masih dempet dengan ruang kelas.  

Gedung darurat itu berasal dari keringat darah komite dan orang tua murid. Sudah lima tahun belakangan, sejak sekolah itu berdiri,  Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung di ruang kelas itu. Sebanyak 14 orang guru tak lentur “digigu”. Mereka tetap semangat mengajar. Ikhlas setia mencurahkan abdi demi mencerdaskan anak bangsa. Sebab tugas memanusiakan manusia sudah jadi junjungan mazmur doanya.

Rabu (15/6/2022).  Matahari sedang menuju masak. Di saat itulah Denore.id bertandang ke sekolah itu. Meski ragu sempat mencubit bilik hati. Soalnya angka 18 di belakang nama SMPN itu, membuat Denore.id  bertanya-tanya. Bergelayut ketar ketir. Jangan-jangan lokasi sekolahnya jauh di udik sana. Terlempar dari pusaran Kota Borong. Apalagi membayangkan kondisi jalan menjadi letupan meluap.

Rasa itu bukan sombong. Apalagi mau cari gampang. Bagi Denore.Id selalu menggamit nazar ini, ” Menulis atau laporan reportase tentang realitas sosial menjadi bagian perwujudan budi dan akhlak”. Itu misi utama tanggung jawab moral sosialnya”. Apalgi ada undangan atau permintaan itu tiba,  pasti dilayani!

Yang mengganggu hingga menetas keraguan hanya karena kondisi kuda lumping buatan Jepang yang setia menemani saya saban hari sering revel. Bahkan jika penyakitnya kambuh harus parkir di hutan berjam-jam. Maklumlah usianya sudah kepala dua. Segmen-segmen onderdilnya sudah longgar. Karatan. Sudah susut di mana-mana. Sudah berumur, tapi belum layak untuk timbang kilo di Mas Jawa bro. Masih bisa meringankan telapak kaki.

Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas PPO Manggarai Timur, Vinsen Tala foto bersama salah seorang siswi berprestasi usai menerima medali pelepasan. Foto/Kanis Lina Bana/Denore.id

Beruntung Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Menengah Dinas PPO Matim, Vinsen Tala, meyakinkan Denore.id. Kata beliau lokasi sekolah itu tak jauh dari Ibukota Kabupaten Manggarai Timur.  Dekat saja. Beberapa menit dari Kota Borong sudah tiba di sekolah itu. Letaknya juga persis di bibir jalan Negara.

Berbekalkan informasi awal itu Denore.id tak luntur  meluncur untuk segera hadir dan ada bersama di sekolah itu. Sebab di hari itu, sekolah sedang adakan prosesi  pelepasan 32 siswa-siswi kelas IX. Mereka sudah selesai masa pendidikan di gedung sekolah serba darurat itu. Uniknya, prosesi pelepasan dikemas dalam rangkaian acara  istimewa. Luar biasa. Sungguh menghadirkan nuasa pendidikan yang elegan dan bermartabat. 

Prosesi diramu penuh romantika. Seolah-olah menegasikan bahwa kondisi sekolah terbatas bukan jadi alasan bagi lembaga untuk tidak berkreasi.  Tidak berdaya.  Atau pasrah lemas seraya menyodorkan telapak tangan kapan bantuan gedung tiba. Tetapi keterbatasan itu jadi pelatuk sadar mewujudkan dinamika proses pendidikan sebagaimana misi utamanya. Mendidik, memanusiakan manusia adalah intensi utamanya.

Rangkaian acara berawal dengan pembacaan lima besar peraih nilai tertinggi.  Rata-rata nilai mereka di atas 80-an. Mereka yang berprestasi itu adalah, Claudia  K Marlin Putri, Yulitania J.C Awi, Oktaviani I Moi, Rosalia M Anu dan Olivia R Beku. Mereka semua perempuan. Terpujilah kelima Kartini SMPN 18 Borong.

Sebab dalam keterbatasan fasilitas justeru menorehkan prestasi membanggakan. Mereka dikalungi medali, lalu diserahkan daftar nilainya. Selanjutnya siswa-siswi yang lain mendapat giliran yang sama. Suasana haru lebur dalam nuansa hangat. Ada rona bias kebahagian. Ada rasa syukur “berlumut” pada mulut-mulut siswa untuk para gurunya.

Rangkaian prosesi istimewa itu serentak melukis bait-bait harap agar siswa-siswi yang meninggalkan sekolah itu tetap mengharumkan nama SMPN 18 Borong. Bahwa mereka lahir dari rahim darurat bukan berarti tak berprestasi. Mereka hebat-hebat.

Semakin apik karena  busana yang  dikenakan 32 siswa-siswi sangat harmoni dengan usianya. Garis bahagia melukis dengan dalam pada  kanvas asanya. Apalagi selingan ringan menarasikan dengan jelas, bahwa merdeka belajar mempresentasekan potensi yang mereka miliki.

Kepala Sekolah SMPN 18 Borong, Astika Fridivianty, S.Pd, saat ditemui Denore.id menjelaskan, prosesi pelepasan diracik dengan nuansa lain sebagi bentuk penghargaan lembaga terhadap peserta didik. Agar butir-butir adab pendidikan tetap mewaris dalam seluruh proses pendidikan mereka ke depannya. Agar mereka menjadi pribadi mawas diri berpendidikan. Bahwa fase ini mereka telah lewati, meski fasilitas sekolah tak mendukung. Yang kemudian pada jenjang yang lebih tinggi tetap berprestasi

Karena itu derai prosesi yang dipentaskan pada saat pelepasan menjadi ritual baru membekas. Bahwa improvisasi pelepasan dikemas sedemikian rupa sekaligus jadi mutiara dalam jejak pendidikannya. Dengan itu pula terbetik dukungan, bahwa lembaga SMPN 18 memberi yang terbaik bagi peserta didiknya. Bahwa perjuangan selama tiga tahun tidak sebatas durasi waktu melewati suatu jenjang pendidikan, tetapi proklamasi diri siswa-siswi itu sendiri. Proklamasi yang bersifat mendidik itu dikemas dalam cara baik pula.

Pada bagian lain, Kepsek  Astika, mengakui keterbatasan ruang kelas dan fasilitas lain di sekolah itu. Meski demikian lembaga selalu berusaha proses pendidikan tetap jalan normal. Agar distribusi energi dan pengetahuan  pendidikan kepada siswa-siswi tetap berkesinambungan mengacu pada tugas dan tanggung jawabnya.

Hal senada disampaikan Wakil Kepala Sekolah, Yohanes Jelulu, S.Pd. Dia menambahkan dari sisi lokasi, tanah sekolah masih cukup luas. Sangat memungkin untuk bangun fasilitas sesuai kebutuhan. Yang jadi  soal hingga saat ini, impian gedung yang layak belum terwujud. Selain gedung jalan masuk menuju sekolah masih jadi kendala juga.

Guru-Guru/Para guru SMPN 18 Borong siap menyerahkan buku hasil laporan dan nilai ujian bagi siswa-siwi kelas IX SMPN 18 Borong. Foto/Kanis Lina Bana/Denore.id

Meski demikian, lanjutnya, semua elemen di lembaga itu tetap berdaya agar dinamika pendidikan tetap berjalan teratur dan berdaya didik bagi siswa-siswinya. Kecuali itu sangat diharapkan bantuan pemerintah daerah agar fasilitas yang belum tercukupi itu bisa jadi perhatian. Agar kelayakan sebuah lembaga benar-benar terjawab dengan baik.

Sementara Ketua Komite SMPN 18, Yoseph Awi, menegaskan fasilitas sekolah yang tersedia saat ini  berasal dari kesadaran orang tua siswa dan komite untuk menyiapkannya. Bahwa fasilitas yang ada, di sana-sini amat terbatas menjadi tanggung jawab pemerintah setempat. Sebab mengadakan fasilitas layak menjadi tanggung jawabnya. Jika mengharapkan kemampuan orang tua murid, lanjutnya,  ibarat punggug merindukan bulan. Mengingat kesanggupan orang tua dan komite bersenyawa dengan segala keterbatasannya.

“Kita harapkan pemerintah bisa bantu. Proposal sudah kita ajukan. Hanya sampai saat ini belum ada realisasinya. Keterbatasan sana-sini di SMPN18 Borong juga sudah kami sampaikan kepada anggota DPRD Manggarai Timur. Namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda segera diatasi,” katanya.

Berkompetisi dan Raihlah Prestasi.

Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Menengah, Vinsen Tala,  mengaskan prosesi pelepasan yang berlangsung di sekolah itu memberi warna baru. Sebab prosesinya hikmat dan dirayakan dalam formulasi yang mencerdaskan. Artinya, peserta didik mengalami suatu fase baru yang menandakan pendidikan itu sendiri. Kecuali itu pihaknya mengimbau kepada peserta didik yang telah meninggalkan bangku SLTPN 18 agar terus berprestasi di jenjang pendidikan SLTA. Berpacu meraih ilmu dan pengetahuan yang disiapkan Negara. Apalagi saat ini, jelasnya, beragam pelatihan dan ruang pengembangan diri selalu terbuka. Yang paling penting di sana, ajaknya, hindari prestise yang bersifat hadia. Tetapi lebih diutamakan keikutsertaannya. Sebab setiap peserta mendapat piagam penghargaan. Piagam tersebut, lanjutnya, akan berbicata banyak di kemudian hari ketika hendak berkompetisi ke tingkat yang lebih tinggi. “Teruslah berpretasi. Wujudkan masa depanmu dengan semangat belajar,” pintanya.

Hampir dua jam Denore.id ‘bercumbu”  dengan  alam SMPN 18.   Ada tukar impian. Merekam degup harap yang berkelana di lembaga itu. Ada ibah melingkar daya ingatan. Ada sejumput ujud yang bertukar. Entah kapan ‘badai’ di sekolah itu berlalu. Yang jelas, realitas keterbatasan itu tidak menciutkan nyali para pengelola SMPN 18 Borong. Hati seorang ibu, selaku pimpinan sekolah itu, tetap menjalarkan harap bagi anak-anak peserta belajar di SMPN 18 Borong.

Tentang keterbatasan fasilitas? Jangan kuatir, “Badai pasti berlalu!”. Sebab berdaya di atas keterbatasan menjadi doa dan itu menjadi perhatian pemerintah  setempat. Pemerintah selalu buka mata dan buka hati untuk anak rahim Manggarai Timur.  Cepat atau lambat. Gilirannya pasti akan tiba.  (Kanis Lina Bana/Denore.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d