Budaya  

Tarian Vera, Tradisi Merawat Makna

Ino Sengkang/Ketua FTBM Manggarai Timur/Foto/Ist

Oleh Ino Sengkang /Ketua FTBM Manggarai Timur

Indonesia Negara kaya akan potensi sumber daya alam dan panorama alam yang indah. Membentang dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya itu, Indonesia juga kaya dengan aneka ragam bahasa, budaya, adat-istiadat, dan tradisi.

Tradisi merupakan kearifan lokal yang patut dipelihara, dijaga, diwariskan, dan dilestarikan. Sebab, tradisi merupakan kompas bagi masyarakat dalam dinamika kehidupan sehari-hari antar sesama, lingkungan, dan wujud tertinggi. 

Dalam ingatan saya, juga catatan jejak digital di facebook, Prokopim Manggarai Timur gencar memberi  informasi kepada publik bahwa tarian Vera masuk nominasi Anugerah Pesona Indonesia 2021 dalam kategori  atraksi  budaya. Tarian Vera itu sendiri merupakan jenis tari kelompok yang berasal dari etnis Rongga. Bentuk penyajian tarian lebih dari dua orang atau lebih, laki-laki dan perempuan dalam satu kelompok. Ekspresi gerak maknawi melalui ritme hentakan kaki, cara memegang tangan untuk penari wanita dan juga nyanyian dalam bahasa Rongga sesuai  tema acara.

Melalui gerak, tarian Vera mengungkapkan ekspresi kehidupan sosial masyarakat etnis Rongga. Seperti kerja sama, gotong royong, yang diekspresikan lewat ritme hentakan kaki dan tangan. Esensi dari tarian vera itu sendiri memiliki fungsi keterkaitan dengan budaya sejarah, adat istiadat, lingkungan, alam, dan sistem kepercayaan etnis Rongga. Oleh karena itu Tarian Vera bersifat holistik.

Saya bangga, karena tarian Vera  etnis Rongga punya kedudukan (martabat)  sejajar dengan tarian yang ada di  daerah daerah lain  di Indonesia. Selanjutnya, setelah diumumkan tarian Vera masuk nominasi API 2021, aktivitas tarian Vera mulai dimasukan dalam pelajaran muatan lokal khusus sekolah sekolah yang ada di Kecamatan Kota Komba Selatan. Seperti yang ada di zona Keluarahan Watunggene, Desa Komba, Kelurahan Tanah Rata dan Desa Bamo.

Salah satunya ada di Sekolah Penggerak SMPN Satap Munde, Desa Komba. Untuk diketahui SMPN Satap Munde terletak di Dusun Munde, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba Selatan. Ada dua etnis di Desa Komba, yakni etnis Kolor dan Rongga yang memiliki bahasa berbeda. Sebagian guru dan siswa/i di SMPN Satap Munde berasal dari dua etnis tersebut. 

Seperti yang dipentaskan hari ini (Jumat, 22/4/2022) tetesan tradisi tarian Vera dari budaya etnis Rongga ditampilkan dengan sempurna oleh siswa/I kelas IX SMPN Satap Munde pada kegiatan ujian praktek mata pelajaran Seni Budaya. Tujuan utama dalam ujian praktik Seni Budaya ini agar siswa/I SMPN Satap Munde mampu mengembangkan potensi dan kompetensi dengan  mengekspresikan diri secara kreatif melalui gerak, tari, nyanyian yang bernilai  estetik dari tarian daerah NTT.

“Tradisi tarian Vera yang merupakan kearifan lokal suku Rongga lambat laun hanya tinggal nama. Apalagi tarian Vera satu-satunya tarian yang paling unik di dunia. Maka dari itu, saya selaku pimpinan sekolah ini, melalui musyawarah guru dan orang tua siswa menjadikan tarian Vera sebagai projek utama sekolah penggerak. Tugas dari guru pendamping adalah mendampingi siswa/i,  menggali kearifan lokal, mewawancara orang tua/narasumber, melatih hingga tarian ini benar-benar bisa dipentaskan menjadi kebangaan generasi,” ungkap Kepsek SMPN Satap Munde, Robertus Yani S.Pd

Sementara guru seni budaya, Yasinta Helena Junai, S.Pd  mengungkapkan rasa bangganya kepada 52 peserta yang sudah membawakan tarian Vera dengan baik, kompak, dan serius. Elni sapaan manisnya menuturkan, tarian Vera menjadi salah satu tarian wajib yang dilaksanakan di SMPN Satap Munde. Kedepanya, kata Elni, tarian Vera wajib dipentaskan  siswa/i kelas VII dan VIII dalam ujian praktik kenaikan kelas. “Saya memberi tugas kepada anak-anak untuk bertanya kepada orang tua, belajar mandiri gerakanya, nyanyian dalam bahasa Rongga,” jelasnya.

 Ditambahkannya, mereka sudah latih satu bulan lalu. Mereka sendiri membagi waktu untuk latihan. “Saya berterima kasih adanya dukungan  orang tua etnis Rongga di Paundoa. Saat siswa/i saya bertanya dan belajar tentang gerakan Vera, orang tua mereka mendukung dengan mengajarkan Vera. Memang untuk siswa/i yang berasal dari etnis Rongga dari Paundoa tidak memiliki kesulitan sebab mereka sudah punya modal dasar,” ujarnya.

Tarian Vera/Siswa-Siswi SMP Satap Munde, Desa Komba sedang mementaskan tarian Vera. Foto/Dokumentasi SMP Satap Munde

 Kecuali itu, yang menjadi tantangan adalah sebagian  siswa/i di SMPN Satap Munde asal  etnis Kolor. Sebab mereka menggunakan bahasa Mbaen sebagai bahasa tutur sehari-hari. Tetapi yang membanggakan, terangnya, mereka mau belajar. “Anak anak dari wilayah Kolor awalnya kaku tapi karena mereka membaur dengan siswa-siswi etnis Rongga sehingga mereka bisa mengikuti irama tari Vera. Mampu mengucapkan syair syair dalam bahasa Rongga dan memaknai gerakan dengan baik. Apalagi kelas IX, salah satu persyaratan untuk lulus wajib praktek tarian Vera,’’ tutur Elni. 

Alumna Universitas Mahasaraswati Denpasar Bali menceritakan pengalaman ketika sudah dua tahun bergumul dengan tarian budaya. Harapanya  siswa/i tidak lupa dengan tarian daerah sendiri. Apalagi tari Vera merupakan tarian khas yang ada di Kabupaten Manggarai Timur. Mereka harus tahu. Biar tidak hilang. “Untuk  lembaga pendidikan SMPN Satap Munde, pihaknya bertekat  semakin maju. Tentunya ini butuh dukungan penuh dari kepala sekolah dan kerja sama dari guru guru untuk kegiatan ke depanya. Khususnya melestarikan tarian Vera kepada generasi masa depan,” imbuhnya seraya mengungkapan kerinduan agar anak-anak binaannya bisa tampil ke luar daerah jika ada permintaan.

Kornelius Guidem S.Pd, selaku tim yuri . menyatakan sebagai guru muda asli etnis Rongga belum lama mendampingi siswa/i. Selama ini kepada siswa/i diberi tugas oleh guru Seni Budaya untuk belajar mandiri tarian Vera. Kami bersyukur bisa bekerja sama dengan orang tua. Sebelumnya, siswa/I kami sudah mendapat pembinaan langsung dari narasumber tari Vera Bapak Yosef Panggu. Dia sudah melatih gerakan, menyususn narasi dan  syair syair sesuai tema acara.

Untuk konteks hari ini, bertemakan pendidikan.  Isi syairnya demikian  “ Ema Dewantara, ema Pera Ndara, sado ema Yani, peku Pa’i Ate kami . Syair tersebut diterjemahkan begini  “Bapak Dewantara (Ki Hajar Dewantara) bapa pembawa terang, selanjutnya bapak Yani (Robertus Yani) datang membangunkan hati kami yang tertidur”.

“Sebagai guru  dari suku Rongga berharap ke depanya tarian Vera terus dikembangkan di SMPN Satap Munde. Tentunya bermuara pada peningkatan sumber daya manusia peserta didik tentang budaya. Rasa  kecintaan terhadap tradisi daerah tinggi,” harap Rinel.  (bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: